Selama abad keenambelas dan ketujuhbelas, kerajaan-kerajaan seperti
Mataram, Aceh, Melaka, Makasar, Banten bertumbuh-kembang dan berjatuhan.
Selama kurun waktu itu, bahasa Melayu tampil sebagai bahasa terpenting
untuk aktivitas perdagangan dan keagamaan (Islam). Kesultananan Melaka
abad keenambelas merupakan contoh pertama sebuah kerajaan yang
berkebudayaan dan berbahasa Melayu di kurun waktu awal modern itu.
Abad kedelapanbelas, yang bermula agak lebih awal pada akhir “Era
Perdagangan”, yaitu sekitar 1680, lebih baik dipandang sebagai sebuah
kategori sejarah terpisah. Perkembangan sejarah di abad kedelapanbelas
yang ‘panjang’ ini (1680-1800) mencuatkan ciri-ciri khasnya sendiri.
Di awal abad kedelapanbelas, produksi kopi mulai dikembangan di
Priangan, Jawa Barat dan dengan demikian mengaitkan kawasan itu lebih
dekat lagi pada pasar dunia. Jawa Tengah mengalami sejumlah peperangan
memperebutkan tahta serta sejumlah konflik wilayah dan kekuasaan. Dalam
rangka mengendalikan pelabuhan-pelabuhan di pesisir utara Jawa, Kompeni
(VOC) semakin terlibat dalam berbagai gerakan memperebutkan hegemoni di
Jawa. Jawa memang merupakan pengecualian di antara berbagai kawasan di
dunia Melayu-Indonesia. Banyak kawasan lain seperti Johor dan Siak serta
lusinan kerajaan kecil di Sulawesi dan Bali, dan bahkan juga kerajaan
Blambangan di Jawa Timur penuh gejolak, namun semuanya boleh dikatakan
tetap mandiri. Kendati puat-pusat tradisional seperti Ternate dan
Makasar telah jatuh ke tangan VOC, hal itu tidaklah berarti bahwa
Belanda sudah menguasai seluruh Sulawesi atau Maluku.
Batas-batas lama muncul sebagai pusat-pusat baru. Para pedagang
maritim Bugis, Mandar dan Makasar memperluas jaringan dan permukiman
mereka di sepanjang pesisir Kalimantan, Riau-Johor dan Sulawesi,
menghidupkan pertukaran barang, pandangan dan budaya yang marak
melintasi Selat Melaka yang tanpa batas, serta Palung Sunda dan Laut
Jawa. Abad kedelapanbelas yang “panjang” dan rumit itu boleh dikatakan
telah berakhir pada tanggal 1 Januari 1800, ketika VOC gulung tikar dan
kawasan Hindia Belanda (Indonesia) secara resmi beralih ke tangan
pemerintah Belanda. Sesudah 1800, khususnya sesudah kedatangan Gubernur
Jenderal Herman Willem Daendels di bulan Januari 1808, hubungan Belanda –
Indonesia mengalami perubahan yang mendasar.
Memerhatikan koleksi-koleksi kurun waktu awal modern yang ada di
ANRI, kita tergiur untuk menyimpulkan bahwa tak ada surat-menyurat antar
pulau yang selamat, yaitu surat-menyurat antara para penguasa, pedagang
serta ulama di Asia Tenggara. Namun, kesimpulan itu salah. Arsip VOC
menyuguhkan informasi tentang sejumlah fakta dan peristiwa tertentu yang
sudah disebut dalam sejarah resmi atau karya tulisan keraton seperti Babad Tanah Jawi (Sejarah Tanah Jawa) dan hikayat Melayu - kedua karya tersebut yang pertama dan utama merupakan naskah sastra dan kebudayaan (silsilah)
. Tidak dapat dipungkiri bahwa keterbatasan utama arsip adalah
pemilihan fakta dan pengamatan akan kejadian oleh orang-orang Eropa
ketika itu yang berat sebelah. Sudah tentu hal ini disebabkan karena
para penulis naskah-naskah itu memiliki kepentingannya masing-masing.
Kini, tantangannya adalah untuk menganalisis naskah-naskah tersebut
dengan sudut pandang regional non-Eropa, Indonesia dan Asia.
Beruntunglah bahwa Catatan Harian di Kastel Batavia juga berisi ratusan
surat yang berasal dari Asia Tenggara. Surat-surat tersebut disampaikan
dengan memanfaatkan jasa para kurir khusus yang secara besama
menjalankan sistem pertukaran informasi cukup canggih saat itu. Dengan
perspektif meletakkan kawasan Melayu dan Indonesia di pusat maritim Asia
Tenggara yang sangat strategis, maka koleksi Harta Karun memiliki peran
sangat penting.
Jumat, 26 Februari 2016
TETAP OPTIMIS !!
http://www.gambarnaruto.com/wp-content/uploads/2015/05/Gambar-Wallpaper-Monkey-de-Luffy-One-Piece-Terlengkap26.jpg
0 komentar:
Posting Komentar