Assalamu'alaikum

Assalamu'alaikum

Daftar Menu

Selasa, 19 April 2016

MAKNA TOLERANSI

Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, serta tata kaidah pergaulan manusia dan manusia serta lingkunganya (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Perbedaan keimanan (agama) atau kepercayaan adalah fenomena yang nyata dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Agama terkadang dirasa membatasi manusia untuk bersosialisasi, pola interaksi seperti dikebiri. Sepertinya kurang bebas. Apakah pernyataan seperti ini benar masih mengganjal dalam pikiran kita?
Memang tidak semua orang berpandangan demikian. Ini hanya sebuah kontra paradigma setelah menyaksikan betapa indahnya toleransi antar umat beragama menjadi dasar yang kuat menjaga keutuhan pluralitas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang Pancasilais. Toleransi menjadi fondasi yang tangguh melestarikan keragaman agama dan kepercayaan di Indonesia.

Toleransi berasal dari kata toleran, yang berarti bersikap atau bersifat menenggang pendirian yang berbeda atau yang bertentangan dengan pendirianya (KBBI). Toleransi adalah kelapangan dada, suka rukun dengan siapapun, membiarkan orang lain berpendapat atau berpikiran lain, tak mau mengganggu kebebasan berpikir dan berkeyakinan orang lain (WJS. Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia 1980).
Semua agama tentu mengajarkan nilai-nilai toleransi yang harus dipegang teguh oleh para pemeluknya. Islam misalnya, agama dengan jumlah pemeluk terbanyak di Indonesia sangat toleran terhadap pemeluk agama lain, sangat menghargai keberadaan agama lain. Begitu juga Katolik yang dalam internalisasi nilai-nilai kekatolikan menggambarkan bahwa semua manusia adalah sama, tak perlu membeda-bedakan, hanya perlu saling menghargai untuk memelihara perdamaian dan persatuan bangsa. Demikian pula agama yang lainya yang kurang lebih sama mengahayati toleransi dalam pluralisme keagamaan atau kepercayaan.
Apakah selama ini toleransi telah diimplementasikan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari? Apakah toleransi perlu dibelajarkan? Apakah pendidikan, baik formal, informal, dan non formal telah sepenuhnya terlibat membentuk sikap toleransi dan kepribadian peserta didik? Adakah kesamaan budaya menjadi fondasi yang kuat menjaga sikap bertoleransi? Ini pertanyaan reflektif yang harus dijawab oleh hati nurani setiap insan, setiap warga negara RI.
Tidak sulit jika bertoleransi dipandang sebagai sikap yang manusiawi. Manusia, siapa dan dimanapun dia, wajib menghargai keberadaan orang lain. Mesti tidak mempersoalkan eksistensi kebudayaan, kepercayaan atau agama orang lain. Harus saling peduli. Bertanggungjawab terhadap setiap persoalan bersama. Ini adalah bentuk toleransi yang umum, yang lazim masih dipertanyakan. Apakah ada?
Sebenarnya Indonesia masih memegang teguh pentingnya arti dan nilai dalam bertoleransi antar umat beragama, nilai untuk toleran terhadap agama lain. Hal di atas bukan hanya bentuk agitasi belaka, ini rill terjadi di “Pesisir Nangadodo”. Nangadodo atau Nangaroro (sebutan berubah karena pengaruh dialek masyarakat pesisir) adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur. Mayoritas penduduk di sana beragama Katolik. Namun, di bagian pesisir sebagian besar warganya beragama Islam.
Berbeda agama tidak menjadi batas yang mempersempit ruang sosialisai. Berbeda kepercayaan tapi disatukan oleh budaya yang sama. Budaya dan tradisi positif yang kuat sudah mengakar turun-temurun dalam diri mereka. Mereka hanya bangga bahwa mereka adalah orang Indonesia, warga Nangaroro dengan beragam profesi, berbagai mata pencaharian. Mereka hanyalah para petani, nelayan, para guru, dan lainya. Mereka adalah orang-orang yang dilahirkan sama, tidak berbeda di mata Tuhan. Minoritas atau mayoritas tidak dipersoalkan, tidak menjadi perdebatan. Apalagi menjadi bagian dari cara “mengunjukan diri, siapa dan agama apa yang paling benar”. Tidak! Agama hanya sebagai alat berkomunikasi, toh tujuanya sama, untuk Tuhan yang Maha Esa.
Masyarakat Nangaroro menyadari penuh pentingnya toleransi antar umat beragama. Hal ini juga telah ditanamkan bagi generasi muda sejak masa sekolah. Contoh sederhananya adalah ketika pembangunan rumah ibadah, mesjid dan gereja misalnya, semua anak sekolah diwajibkan terlibat membantu, semua siswa, tak pandang dari mana asal agamaya. Atau juga saat menjelang hari raya keagamaan, membersihkan tempat ibadah sudah menjadi kewajiban semua siswa. Dan yang paling berkesan adalah ketika Ramadhan, bulan puasa, menjelang Idul Fitri. Masyarakat non-Muslim menjaga betul kekhususkan umat Islam, tidak makan atau minum di tempat umum di siang hari, seperti turut berpuasa. Ini pemandangan luar biasa yang harus dipertahankan. Begitupula dengan hari-hari besar kaagamaan lain. Semua berpartisipasi, menghargai keberadaan agama lain.
Paradigma atau pola pikir tentang bertolreransi seperti orang-orang di Nangaroro sekiranya perlu dipahami dan juga harus menjadi bagian dari bentuk pembelajaran dalam hal bertoleransi antar umat beragama. Pemikiran sederhana itu layak diacungi jempol. Tindakan-tindakan nyata layak menjadi pemicu bagi kita semua untuk turut memperkuat persaudaraan, salah satunya dengan bertoleransi. Makna toleransi antar umat beragama seyogianya mampu dimaknai oleh setiap orang agar tetap menjadi dasar yang kuat menjaga keutuhan NKRI. Oleh sebab itu peran semua masyarakat, khususnya para tokoh, pemuka agama, dan pemerintah harus selalu terus diperkuat secara kontinu untuk turut menjaga indahnya toleransi antar umat beragama demi Indonesia yang satu.

0 komentar:

Posting Komentar

TETAP OPTIMIS !!

http://www.gambarnaruto.com/wp-content/uploads/2015/05/Gambar-Wallpaper-Monkey-de-Luffy-One-Piece-Terlengkap26.jpg