Assalamu'alaikum

Assalamu'alaikum

Daftar Menu

BERAPA

Bahaya Mengintai Dibalik Jus Buah

Barry Popkin, seorang pakar nutrisi terkemuka dari Universitas North Carolina, memperingatkan tentang bahaya tersembunyi dalam minuman jus buah dan smoothie (jus buah yang di campur bahan lain, seperti coklat kacang dan susu, agar lebih kental), karena kandungan

Membaca al-Qur'an Redam Nyeri Operasi

Membaca al-Qur'an dengan tartil selama 10 menit, dapat mengurangi nyeri yang dirasakan oleh ibu yang melahirkan lewat operasi Ceaesar. Demikian menurut hasil penelitian oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Muhmmadiyah Yogyakarta (UMY) angkatan 2009, Hasto Andi Irawan.

Aborsi Meningkatkan Resiko Kematian Wanita

Sebuah penelitian di Denmark menyimpulkan, perempuan yang pernah melakukan aborsi mengalami peningkatan risiko kematian saat melahirkan. Studi yang dimuat di Eurapean Journal of Public Health Nopember 2012 itu mengamati tingkat kematian saat melahirkan selama lebih dari 25 tahin di Denmark..

PAUS BIRU MAKAN DENGAN "TANGAN KANAN"

Paus biru, mamalia terbesar di bumi, lebih sering menyergap buruan dengan sisi kanannya ketika mereka menyantap makanan di laut. Itu artinya, hewan tersebut seperti manusia yang menggunakan tangan kanan untuk memasukkan makanan ke mulut.

Akhir Klaim "Ayam dan Telur"

Mana yang lebih dahulu, ayam atau telur? Pertanyaan seperti ini sudah terjadi sejak berabad - abad. Tapi kini, jawabanya sudah tersedia. Para ilmuan bulan lalu mengklaim telah memecahkan teka - teki tersebut. Jawabanya, kata mereka, adalah ayam.

Senin, 29 Februari 2016

NATO Cium Tanda-tanda Gagalnya Gencatan Senjata di Suriah

Washington – NATO mencium tanda-tanda gagalnya gencatan senjata di Suriah yang diresmi diberlakukan Jumat malam lalu. Sekjen NATO, Jens Stoltenverg mengaku khawatir dengan meningkatnya serangan militer Rusia di Suriah.
“Kami prihatin dengan meningkatnya pembangunan militer Rusia. Kita telah melihat pasukan darat Moskow di Suriah, angkatan laut mereka di laut Mediterania dan mereka juga melakukan serangan di Timur Suriah,” katanya.
Dalam menanggapi hal ini, Perancis kini tengah menyerukan diadakannya pertemuan dengan pihak penyelenggara gencatan senjata Suriah, untuk mengatasi adanya pelanggaran kesepakatan yang ada.
Adanya gencatan senjata ini juga merupakan hal yang menggembirakan bagi Stoltenberg.  Di samping pihaknya juga menghimbau sejumlah pihak yang terkait, untuk menemukan solusi damai di Suriah secara politik.
“Kami telah melihat beberapa perkembangan menggembirakan dengan adanya gencatan senjata. Namun disamping itu kita juga melihat adanya sejumlah laporan tentang pelanggaran gencatan senjata yang ada,” ungkapnya.
“Perjanjian ini harus diimplementasikan secara penuh berdasarkan kesepakatan. Disamping untuk memperbaharui upaya dalam menemukan solusi damai politik yang dinegosiasikan untuk krisis Suriah,” tambahnya.
Kesepakatan gencatan senjata ini sendiri telah disepakati dan ditandatangani oleh rezim Asad dan beberapa pejuang oposisi Suriah. Akan tetapi, pihak penyelenggara (AS dan Rusia) mengecualikan pejuang Jabhah Nushrah dan militan ISIS dalam opsi gencatan senjata tersebut.
Sebelumnya, pihak oposisi juga telah menuduh adanya pelanggaran gencatan senjata yang dilakukan rezim Assad. Tidak hanya itu, militer rezim Assad juga dilaporkan telah menyerang 15 wilayah yang dikuasai pejuang oposisi dengan arliteri berat, senapan mesin dan sejumlah bom barel.

penulis   : taufiq

Pengertian pendidikan

Pengertian pendidikan menjadi hal yang sebaiknya kita juga perlu ketahui untuk menambah wawasan kita terhadal hal yang selalu berkaitan dengan kehidupan kita sehari – hari, karena kita selalu melewati proses pendidikan maka oleh sebab itulah kita sebagai pelaku harus paham juga apa pengertian pendidikan itu sendiri.
Pengertian pendidikan bukan hanya untuk di ketahui belaka melainkan dengan memahaminya lalu berusaha untuk menjalankan perosesnya berdasarkan apa yang memang tertuang dalam pengertian pendidikan tersebut. Kita terlalu sering melihat berbagai kejadian nyata yang mencoreng nama baik dari pendidikan tersebut mungkin salah satu penyebabnya adalah dikarenakan mereka tidak menguasai nilai – nilai apa yang di artikan dalam kata pendidikan itu sendiri.
Berkaitan dengan Pengertian Pendidikan para Ahli telah menyampaikan pendapat mereka masing – masing tentang apa itu penertian pendidikan, namun sebelum kependapat para Ahli kita akan bahas tentang kata Pendidikan itu sendiri :
Kata Pendidikan berdasarkan KBI berasal dari kata ‘didik’ dan kemudian mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik.
Kata Pendidikan Juga berasal dari Bahasa yunani kuno yaitu dari kata “ Pedagogi “ kata dasarnya “ Paid “ yang berartikan “ Anak “ dan Juga “ kata Ogogos “ artinya “ membimbing ”. dari beberapa kata tersebut maka kita simpulkan kata pedagos dalam bahasa yunani adalah Ilmu yang mempelajari tentang seni mendidik Anak .
Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan yang sesuai prosedur pendidikan itu sendiri.
Kemudian kita berlanjut pada UU tentang adanya pendidikan tersebut, Menurut UU No. 20 tahun 2003 pengertian Pendidikan adalah sebuah usaha yang di lakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, membangun kepribadian, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Undang – undang inilah yang menjadi dasar berdidirinya proses pendidikan yang ada di Negara Indonesia.
Pengertian pendidikan menurut para Ahli, sebelum kita mengambil pendapat para filosofi pendidikan dari orang barat, maka kita mengambil pengertian pendidikan berdasarkan apa yang di sampaikan oleh bapak pendidikan Nasional Indonesia Ki Hajar Dewantara, beliau telah menjelaskan tentang pengertian pendidikan sebagai berikut :
Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.” Ki Hajar Dewantara.
Pengertian pendidikan atau definisinya menurut pendapat para Ahli lain yaitu :
Pengertian pendidikan menurut : Prof. Dr. M.J Langeveld :
Pendidikan ialah pemberian bimbingan dan bantuan rohani bagi yang masih memerlukannya”.
Prof. Zaharai Idris seorang Ahli Epistimologi juga menyampaikan pendapatnya tentang pengertian pendidikan ialah :
Pendidikan ialah serangkaian kegiatan komunikasi yang bertujuan, antara manusia dewasa dengan si anak didik secara tatap muka atau dengan menggunakan media dalam rangka memberikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya” .
pengertian pendidikan menurut H. Horne :
Pendidikan adalah proses yang di lakukan terus menerus dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia” .
Pengertan pendidikan menurut Ahmad D. Marimba :
Beliau juga berpendapat bahwa Pendidikan adalah ” bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terdapat perkembangan

Hikmah cinta

1. Cinta adalah proses ujian yang keras dan pahit dalam kehidupan manusia.
Ujian itu terjelma dalam rangkaian perjalanan yang ditempuh cinta dalam kehidupan.

2. Keberadaan cinta yang mendasar dalam diri manusia termasuk motivasi terbesar dalam memakmurkan dunia dan membangun peradapan yang tinggi serta mengatur problematika kehidupan.

3. Cinta merupakan factor dominan dalam melestarikan eksistensi manusia dan landasan interaksi antar mereka,
guna mengambil manfaat dari peradaban umat lain.

4. Ketika cinta diarahkan untuk kebaikan dan dijadikan sebagai sarana yang mendatangkan manfaat,
maka cinta akan mampu memperkuat ikatan kekeluargaan dan persatuan.

5. Cinta yang didasari kemanan apabila di padukan dengan keceriaan hati akan menimbulkan berbagai hal yang mengagumkan.
Cinta yang demikian itu mampu mengubah perjalanan sejarah, menegakkan istana kemuliaan di seluruh alam.

Arti Cinta
Cinta adalah persaan jiwa, getaran hati, pancaran naluri. Dan terpautnya
hati org yg mencintai pada pihak yg dicintainya, dg semangat yg menggelora
dan wajah yg selalu menampilkan keceriaan.
Cinta dlm pengertian spt ini mrpk persaaan mendasar dalam diri mns, yg tdk
bisa terlepas dan merupakan sesuatu yg essensial. Dlm banyak hal, cinta
muncul utk mengontrol keinginan ke arah yg lebih baik dan positif. Hal ini
dpt terjadi jk org yg mencintai menjadikan cintanya sbg sarana utk meraih
hasil yg baik dan mulia guna meraih kehidupan sbgmn kehidupan org2 pilihan
dan suci serta org2 yg bertaqwa dan selalu berbuat baik.
Apakah Islam mengakui cinta?
Krn Islam adalah agama yg fitrah, maka Islam mengakui ttg hal ini. Hal yg
sangat mendasar dalam diri manusia. Namun Islam membagi beberapa tingkatan
ttg cinta. Dan tingkatan2 cinta ini akan selalu ada dalam kehidupan ini
sampai saatnya bumi dan seisinya dihancurkan oleh Allah.
Adapun dasar ttg tingkatan cinta dalam Islam, adalah firman Allah pada QS.
9 (At Taubah): 24).
“Jika bapak2, anak2, saudara2, pasangan2, dan kaum keluarga kalian, harta
kekayaan yg kalian usahakan, perniagaan yg kalian khawatirkan kerugiannya,
dan rumah2 tempat tinggal yg kalian sukai, lebih kalian cintai daripada
Allah, Rasul-Nya dan (daripada) jihad di jalanNYa, maka tunggulah sampai
Allah mendatangkan siksaNya. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang2 yg
fasik”
Cinta pada tingkat tertitinggi adalah cinta kepada Allah, rasulNya dan
jihad dijalanNya.

Tindakan baik dan tindakan buruk

Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan banyak orang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tanpa bantuan orang lain, maka manusia akan menemui kesulitan untuk menjalani hidup karena harus menyediakan semua kebutuhannya sendiri. Dalam kehidupan kita sehari-hari bisa kita temui berbagai perilaku atau perbuatan manusia yang satu kepada manusia yang lain. Ada yang baik dan ada pula yang buruk.

Perbuatan terpuji adalah perbuatan yang baik dilakukan seseorang kepada orang lain karena memberikan dampak yang positif kepada orang lain, sehingga patut dicontoh dan diamalkan pada keseharian kita. Sedangkan perbuatan yang tidak terpuji adalah perbuatan yang tidak baik kita lakukan kepada orang lain karena memberikan efek yang negatif kepada orang lain, sehingga sangat tidak layak untuk ditiru dan diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Contoh Perbuatan Yang Terpuji (Perbuatan Baik) :

1. Meyumbangkan sebagian harta kepada yang membutuhkan
2. Menolong orang yang sedang terkena musibah
3. Membantu menyeberangkan orang yang lanjut usia
4. Membantu memperbaiki jembatan yang rusak
5. Menyingkirkan paku yang ada di jalan
6. Memberitahukan arah jalan kepada orang yang tersesat
7. Ikut kerja bakti dengan warga masyarakat
8. Melaporkan tindak kejahatan kepada pihak yang berwenang
9. Membuang sampah pada tempatnya
10. Melerai teman yang bertengkar atau berkelahi

Contoh Perbuatan Yang Tidak Terpuji (Perbuatan Buruk) :

1. Membakar sampah di pemukiman warga
2. Mencuri uang milik orang lain
3. Bercanda dan berisik saat sedang ibadah di tempat ibadah
4. Ikut serta dalam tawuran pelajar atau tawuran warga
5. Berbohong dan menipu orang lain
6. Membuang sampah sembarangan
7. Ugal-ugalan di jalan raya melanggar peraturan lalu lintas
8. Membuat kegaduhan saat malam hari orang sedang tidur
9. Merusak barang-barang milik orang lain dan fasilitas umum
10. Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)

Pengertian sabar

Banyak di antara kita yang ingin tahu pengertian sabar itu seperti apa dan bagaimana pandangan islam tentang sabar.  Mari kita pelajari pengertian sabar satu demi satu agar kita benar benar memahami makna sabar itu sendiri.
Sabar berasal dari kata “sobaro-yasbiru” yang artinya menahan. Dan menurut istilah, sabar adalah menahan diri dari kesusahan dan menyikapinya sesuai syariah dan akal, menjaga lisan dari celaan, dan menahan anggota badan dari berbuat dosa dan sebagainya. Itulah pengertian sabar yang harus kita tanamkan dalam diri kita. Dan sabar ini tidak identik dengan cobaan saja. Karena menahan diri untuk tidak bersikap berlebihan, atau menahan diri dari pemborosan harta bagi yang mampu juga merupakan bagian dari sabar. Sabar harus kita terapkan dalam setiap aspek kehidupan kita. Bukan hanya ketika kita dalam kesulitan, tapi ketika dalam kemudahaan dan kesenangan juga kita harus tetap menjadikan sabar sebagai aspek kehidupan kita.
Pandangan Islam Tentang Sabar
Setelah kita tahu tentang pengertian sabar maka kita pelajari tentang pandangan islam tentang sabar. Sesuai pandangan islam Sabar itu ada berbagai macam, antara lain :
  1. Sabar dalam menjalankan perintah Allah SWT
Menahan diri kita agar tetap istiqomah dalam menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT adalah bagian dari perintah Allah SWT. Kita harus tetap sabar menjalankan itu semua, karena Allah telah menjanjikan surga bagi hamba-Nya yang menjalankan perintah-Nya dengan baik sesuai syariat yang telah Allah SWT turunkan. Mulai dari shalat, zakat, puasa, dakwah, dan lain-lain. Itu semua harus kita jalani dengan sabar.
  1. Sabar dari apa yang dilarang Allah SWT
Tenar sekali salah satu lagu yang dinyanyikan oleh Raja Dangdut H.Rhoma Irama dimana ada sebagian liriknya yang berbunyi “mengapa semua yang asik-asik, itu diharamkan? mengapa semua yang enak-enak itu dilarang?” karena semua itu adalah memang godaan setan yang merayu kita dengan kenikmatan-kenikmatan dunyawi. Semua kenikmatan itu hanya semua, karena jalan yang ditunjukan oleh setan itu tidaklah berakhir kecuali di neraka. Dan kita sebagi umat Islam harus bersabar dari apa yang dilarang oleh Allah SWT. Yakinlah bahwa semua larangan itu pasti ada maksudnya. Tidaklah Allah SWT melarang kita untuk berbuat dosa, kecuali dalam dosa itu pasti ada sebuah kerugian yang akan didapat jika kita melakukannya.
  1. Sabar terhadap apa yang telah ditakdirkan Allah SWT
Jika ada salah satu dari kita ditakdirkan dengan kondisi fisik yang kurang, maka kita juga harus tetap bersabar. Karena bersabar dengan ketentuan Allah SWT merupakan salah satu dari macam sabar. Dan balasan lain dari sabar kita itu adalah surga. Rasulallah SAW bersabda: sesungguhnya Allah SWT berfirman“Jika hambaku diuji dengan kedua matanya dan dia bersabar, maka Aku akan mengganti kedua matanya dengan surga” (HR. Bukhori).
Semoga Allah SWT menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang sabar dalam menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan dari apa yang telah ditakdirkan-Nya. Dan kita harus tetap melatih sifat sabar ini dalam kehidupan kita sehingga nantinya kita akan dapat menyikapi semua aspek hidup ini dengan sabar. wallau’alam, 

Do'a sebagai tanda meminta

SUDAH begitu lama, ingin agar harapan segera terwujud. Beberapa waktu terus menanti dan menanti, namun tak jugaimpian itu datang. Kadang jadi putus asa karena sudah seringkali memohon pada Allah.Sikap seorang Muslim adalah tetap terus berdo’a karena Allah begitu dekat padaorang yang berdo’a. Boleh jadi terkabulnya do’a tersebut tertunda. Boleh jadipula Allah mengganti permintaan tadi dengan yang lainnya dan pasti pilihan Allahadalah yang TERBAIK.

Ayat yangpatut direnungkan adalah firman Allah Ta’ala,



“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Al Baqarah: 186)

Sebagian sahabat radhiyallahu ‘anhum berkata,

“Wahai Rasulullah, apakah Rabb kamiitu dekat sehingga kami cukup bersuara lirih (perlahan ketika berdo’a ataukah Rabb kami itu jauh sehingga kami menyerunya dengan suarakeras?” Lantas Allah Ta’ala menurunkan ayat di atas. (Majmu’ Al Fatawa,35/370)

Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
“Kedekatan yang di maksud dalam ayat ini adalah kedekatan Allah pada orang yang berdo’a (kedekatan yang sifatnya khusus).” (Majmu’ Al Fatawa, 5/247)

Perlu diketahui bahwa kedekatan Allah itu ada dua macam:

1)     Kedekatan Allah yang umum dengan ilmu-NYA, ini berlaku pada setiap makhluk.

2)     Kedekatan Allah yang khusus pada hamba-NYA dan seorang muslim yang berdo’a pada-NYA, yaitu Allah akan mengijabahi (mengabulkan) do’anya, menolongnya dan memberi taufik padanya. (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 87)

Kedekatan Allah pada orang yang berdo’a adalah kedekatan yang khusus –pada macam yang kedua-(bukan kedekatan yang sifatnya umum pada setiap orang). Allah begitu dekat padaorang yang berdo’a dan yang beribadah pada-NYA. Sebagaimana disebutkan dalam hadits pula bahwa tempat yang paling dekat antara seorang hamba dengan Allah adalah ketika ia sujud. (Majmu’ Al Fatawa, 15/17)

Siapa saja yang berdo’a pada Allah dengan menghadirkan hati ketika berdo’a, menggunakan do’a yang ma’tsur (dituntunkan), menjauhi hal-hal yang dapat menghalangi terkabulnya do’a (seperti memakan makanan yang haram), maka niscaya Allah akan mengijabahi do’anya.

Terkhusus lagi jika ia melakukan sebab-sebab terkabulnya do’a dengan tunduk pada perintah dan larangan Allah dengan perkataan dan perbuatan, juga disertai dengan mengimaninya. (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 87)




Dengan mengetahui hal ini seharusnya seseorang tidak meninggalkan berdo’a pada Rabbnya yang tidak mungkin mensia-siakan do’a hamba-NYA. Fahamilah bahwa Allah benar-benar begitu dekat dengan orang yang berdo’a, artinya akan mudah mengabulkan do’a setiap hamba. Sehingga tidak pantas seorang hamba putus asa dari janji Allah yang Maha Mengabulkan setiap do’a.

Ingatlah pula bahwa do’a adalah sebab utama agar seseorang bisa meraih impian dan harapannya. Sehingga janganlah merasa putus asa dalam berdo’a. Ibnul Qoyyim rahimahullahberkata,
“Do’a adalah sebab terkuat bagi seseorang agar bisa selamat dari hal yang tidak ia sukai dan sebab utama meraih hal yang diinginkan. Akan tetapi pengaruh do’a pada setiap orang berbeda-beda.Ada yang do’anya berpengaruh begitu lemah karena sebab dirinya sendiri. Bolehjadi do’a itu adalah do’a yang tidak Allah sukai karena melampaui batas. Bolehjadi do’a tersebut berpengaruh lemah karena hati hamba tersebut yang lemah dan tidak menghadirkan hatinya kala berdo’a.  Boleh jadi pula karena adanya penghalang terkabulnya do’a dalam dirinya seperti makan makanan haram, noda dosa dalam hatinya, hati yang selalu lalai, nafsu syahwat yang menggejolak dan hati yang penuh kesia-siaan.” (Al Jawaabul Kaafi, hal. 21)
Ingatlah hadits dari Abu Hurairah, Nabi salallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah Ta’ala selain do’a.” (HR. Tirmidzino. 3370, Ibnu Majah no. 3829, Ahmad 2/362) (Syaikh Al Albani mengatakan bahwahadits ini hasan).
Jika memahami hal ini, maka gunakanlah do’a pada Allah sebagai senjata untuk meraih harapan.




Penuh yakinlah bahwa Allah akan kabulkan setiap do’a.Dari Abu Hurairah, Nabisalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Berdoalah kepada Allahdalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR. Tirmidzi no. 3479. Syaikh AlAlbani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Lalu pahamilah bahwa ada beberapa jalan Allah kabulkan do’a. Dari Abu Sa’id, Nabi salallahu‘alaihi wasallam bersabda,

Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antara kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkandarinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi salallahu ‘alaihi wasallam lantas berkata,“Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do'a-do'a kalian.” (HR.Ahmad 3/18. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanadnya jayyid).

MEMAHAMI JIHAD

Tidak diragukan lagi bahwa jihad adalah amal kebaikan yang Allah syari’atkan dan menjadi sebab kokoh dan kemuliaan umat islam. Sebaliknya (mendapatkan kehinaan) bila umat Islam meninggalkan jihad di jalan Allah, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang shohih [1],
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
Dari Ibnu Umar beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian telah berjual beli ‘inah, mengambil ekor sapi dan ridho dengan pertanian serta meninggalkan jihad maka Allah akan menimpakan kalian kerendahan (kehinaan). Allah tidak mencabutnya dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud)
Ibnu Taimiyah menyatakan, “Tidak diragukan lagi bahwa jihad melawan orang yang menyelisihi para rasul  dan mengarahkan pedang syariat kepada mereka serta melaksanakan kewajiban-kewajiban disebabkan pernyataan mereka untuk menolong para nabi dan rasul, dan untuk menjadi pelajaran berharga bagi yang mengambilnya sehingga dengan demikian orang-orang yang menyimpang menjadi kapok, termasuk amalan yang paling utama yang Allah perintahkan kepada kita untuk menjadikannya ibadah mendekatkan diri kepadaNya” [2].
Namun amal kebaikan ini harus memenuhi syarat ikhlas dan sesuai dengan syariat islam karena kedua hal ini adalah syarat diterima satu amalan. Di samping juga jihad bukanlah perkara mudah bagi jiwa dan memiliki hubungan dengan pertumpahan darah, jiwa dan harta yang menjadi perkara agung dalam Islam sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَ أَعْرَاضَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا إِلَى يَوْمِ تَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ قَالُوا نَعَمْ قَالَ اللَّهُمَّ اشْهَدْ فَلْيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَرُبَّ مُبَلَّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ فَلَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ
Sesungguhnya darah, kehormatan dan harta kalian diharamkan atas kalian (saling menzholiminya) seperti kesucian hari ini, pada bulan ini dan di negri kalian ini sampai kalian menjumpai Robb kalian. Ketahuilah apakah aku telah menyampaikan? Mereka menjawab, Ya. Maka beliau pun bersabda, Ya Allah persaksikanlah, hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena terkadang yang disampaikan lebih mengerti dari yang mendengar langsung. Maka janganlah kalian kembali kufur sepeninggalku, sebagian kalian saling membunuh sebagian lainnya.(Muttafaqun ‘Alaihi) [3]
Demikian agungnya perkara jihad ini menuntut setiap muslim melakukannya untuk menggapai cinta dan keridhoan Allah. Tentu saja hal ini menuntut pelakunya untuk komitmen terhadap ketentuan dan batasan syari’at, komitmen terhadap batasan dan hukum Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, merealisasikan target dan tujuan syari’at tanpa meninggalkan satu ketentuan dan batasannya, agar selamat dari sikap ekstrim dan berlebihan sehingga jihadnya menjadi jihad syar’i di atas jalan yang lurus dan dia mendapatkan akibat dan pahala yang besar diakhirat nanti. Hal itu karena ia berjalan di atas cahaya ilahi, petunjuk dan ilmu dari Al Qur’an dan sunnah NabiNya shallallahu ‘alaihi wa sallam. [4]
Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk belajar mengenai konsep islam tentang jihad secara benar dan bertanya kepada para ulama pewaris nabi tentang hal-hal yang belum ia ketahui. Apalagi dalam permasalahan yang sangat penting dan berbahaya ini, lagi-lagi di masa kaum muslimin tidak mengenal syari’atnya dengan benar. Sebab bisa jadi yang dianggap jihad syar’i sebenarnya adalah jihad bid’ah.
Pengertian Jihad dalam Pandangan Islam
Kata Jihad berasal dari kata Al Jahd (ُالجَهْد) dengan difathahkan huruf jimnya yang bermakna kelelahan dan kesusahan atau dari Al Juhd (الجُهْدُ) dengan didhommahkan huruf jimnya yang bermakna kemampuan. Kalimat (بَلَغَ جُهْدَهُ) bermakna mengeluarkan kemampuannya. Sehingga orang yang berjihad dijalan Allah adalah orang yang mencapai kelelahan karena Allah dan meninggikan kalimatNya yang menjadikannya sebagai cara dan jalan menuju surga. Di balik jihad memerangi jiwa dan jihad dengan pedang, ada jihad hati yaitu jihad melawan syetan dan mencegah jiwa dari hawa nafsu dan syahwat yang diharamkan. Juga ada jihad dengan tangan dan lisan berupa amar ma’ruf nahi mungkar. [5]
Sedangkan Ibnu Rusyd (wafat tahun 595 H) menyatakan, “Jihad dengan pedang adalah memerangi kaum musyrikin atas agama, sehingga semua orang yang menyusahkan dirinya untuk dzat Allah maka ia telah berjihad di jalan Allah. Namun kata jihad fi sabilillah bila disebut begitu saja maka tidak dipahami selain untuk makna memerangi orang kafir dengan pedang sampai masuk islam atau memberikan upeti dalam keadaan rendah dan hina” [6].
Ibnu Taimiyah (wafat tahun 728H) mendefinisikan jihad dengan pernyataan, “Jihad artinya mengerahkan seluruh kemampuan yaitu kemampuan mendapatkan yang dicintai Allah dan menolak yang dibenci Allah” [7].
Di tempat lainnya, beliau rahimahullah juga menyatakan, “Jihad hakikatnya adalah bersungguh-sungguh mencapai sesuatu yang Allah cintai berupa iman dan amal sholeh dan menolak sesuatu yang dibenci Allah berupa kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan” [8].
Tampaknya tiga pendapat di atas sepakat dalam mendefinisikan jihad menurut syariat islam, hanya saja penggunaan lafadz jihad fi sabilillah dalam pernyataan para ulama biasanya digunakan untuk makna memerangi orang kafir. Oleh karena itu, Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdul Muhsin Al ‘Abaad menyatakan bahwa definisi terbaik dari jihad adalah definisi Ibnu Taimiyah di atas dan beliau menyatakan: Dipahami dari pernyataan Ibnu Taimiyah di atas bahwa jihad dalam pengertian syar’i adalah istilah yang meliputi penggunaan semua sebab dan cara untuk mewujudkan perbuatan, perkataan dan keyakinan (i’tiqad) yang Allah cintai dan ridhoi serta menolak perbuatan, perkataan dan keyakinan yang Allah benci dan murkai. [9]

demikianlah pengertian jihad, semoga dapat di pahami dan menjadi berkah dalam hidup

Minggu, 28 Februari 2016

Arti cinta

Cinta harus diungkapkan dengan baik dan benar sesuai dengan ukurannya. Jika tidak, boleh merosakan.
Aturan cinta dan kasih sayang ini perlu dipelihara, sehingga boleh terpelihara dan keindahannya selalu terjaga serta menjadi benteng yang kukuh.
Contohnya, lihat pada pasangan suami-isteri. Cinta dan kasih sayang boleh menjadi benteng yang sangat kuat untuk menghadapi cubaan dan ujian dari Allah.
Bila kita mampu menjaga kehadiran rasa sayang dan cinta, kita akan memiliki perlindungan yang terbaik untuk menghadapi tentangan besar dan badai kehidupan.
Namun, seringkali manusia tidak mengetahui hikmah yang tersembunyi di balik sebuah cubaan dan ujian. Lebih lagi apabila seorang manusia telah menggunakan egonya.
Biasanya mereka akan kalah dan cenderung mempesoalkan tentang ujian dan cubaan yang menimpanya.
Contohnya ketika seseorang meluahkan perasaannya kepada orang yang disukainya. Kemudian mereka yakin bahawa hubungan mereka akan berjaya ke jinjang pelamin.
Namun, mereka putus di tengah jalan.
Fenomena ini biasa terjadi dalam masyarakat, tetapi kita seringkali sukar menghadapinya. Bila tidak berhati-hati, boleh menyebabkan kekecewaan dan mempengaruhi hingga ke sendi-sendi kehidupan seseorang.
Sering kalahnya manusia dalam ujian percintaan merupakan kes yang biasa mendera kaum muda.
Padahal, generasi muda sangat diharapkan oleh masyarakat sebagai agen perubahan. Sangat sayang apabila mereka  hilang dalam perjuangan zaman, hanya kerana urusan cinta dan kasih sayang.
Kegagalan menjaga rasa cinta. Mereka hanya tidak mampu menguruskan fitrah yang sangat mendasar ketika menghadapi ujian kehidupan.
Ketika kaum muda putus cinta, seolah-olah putus segala harapan untuk  mendapatkan kasih sayang dari jantina berlawanan. Padahal tidak. Kesempatan mereka untuk mendapatkan kasih sayang dalam koridor yang sebenar masih terbuka lebar.
Meskipun begitu, sebaiknya kita mengharapkan cinta dan kasih sayang dari Allah. Cinta dan kasih sayang tertinggi dan terbaik dibandingkan cinta dan kasih sayang dari manapun.
Kita  seharusnya selalu berprasangka positif terhadap Allah. Sehingga mampu menjadikan kita menerima kenyataan apabila ungkapan cinta dan kasih sayang terhadap sesama kita terputus di tengah jalan.
Kita juga jangan sampai kehilangan pegangan hidup, iaitu Islam. Bagaimana pun, sesuatu yang kita peroleh adalah hasil terbaik yang diberikan Allah.
Meskipun pada awalnya kita tidak memahami dan merasa sakit, tetapi apabila kita percaya bahawa hal tersebut merupakan yang terbaik, kita akan ikhlas menerimanya.
Bagaimana memelihara dan mengelola perasaan cinta dan kasih sayang yang baik terhadap pasangan?
Biasanya, sebelum berumah tangga, para pemuda & pemudi selalu mendesak dan seakan terdesak untuk segera menikah. Tetapi, setelah berumah tangga, akan terasa hambar kerana semuanya sudah diketahui dan terbuka.
Impian yang pernah dicita-citakan sebelum bernikah dahulu, seringkali kandas dalam pertikaian, kekerasan dalam rumah tangga, dan penceraian.
Dalam hal ini, ada kegagalan dalam menjaga cinta dan kasih sayang.

Bagaimana Rasulullah mengajar cinta dalam Islam?

Rasul sendiri selalu memberikan kehangatan kepada isteri-isterinya, terutama Aisyah. Beliau selalu bermain serta memuji Aisyah. Sederhana dan mudah dipraktikkan untuk memelihara kehangatan.
Contohnya dengan mengamalkan untuk mencium isteri 3 kali dalam sehari. Tidak perlu sembunyi-sembunyi. Kalau boleh, dihadapan anak-anak agar mereka boleh melihat ibubapanya yang bahagia.
Rasul juga selalu mencontohkan untuk menyampaikan kata-kata yang baik kepada isteri setiap hari seperti, Kamu cantik sekali hari ini.
Rasul mencontohkannya dengan selalu memanggil Aisyah dengan jolokan si “pipi merah”.
Ekspresi seperti ini, walaupun nampak mengada-ngada, tetapi ia merupakan doa yang terungkap dari dalam hati.
Tidak perlu membelikan alat-alat kecantikan yang mahal agar isteri menjadi semakin cantik dari hari ke hari. Cukup dengan memujinya setiap hari, maka isteri akan kelihatan lebih cantik, meskipun semakin tua dari hari ke hari.
Kerana kecantikan isteri ada di dalam hatinya.
Amalan baik ini akan selalu dilihat oleh Allah. Allah berjanji apabila ada hambanya yang melakukan kebaikan dengan berusaha memelihara kasih sayang dan menjaga cinta sebagai seorang suami kerana Allah, Allah akan semakin mendekatinya.
Bila hambanya mendekati dengan berjalan, Allah akan menjemputnya dengan berlari. Janji ini sepatutnya dijadikan motivasi bagi kita untuk selalu menjaga keluarga kita sebaik-baiknya.
“jangan menghabiskan cinta dan kasih sayang pada masa sebelum menikah.Masih ada perjalanan panjang dalam rumah tangga nanti”.

demikianlah yang bisa saya tulis mengenai cinta atau tentang cinta...

ILMU menurut ISLAM !!

Kajian Islam – Al-Qur’an adalah sumber Ilmu Pengetahuan sekaligus sumber ajaran Agama islam, Untuk itulah al-Qur’an sebagai dasar yang mampu menjelaskan bagaimana Ilmu pengetahuan bisa berkembang di kalangan ummat Islam dan pernah mencapai masa keemasan, walaupun sekarang tidak seperti zaman Daulah Umayyah terutama Daulah Abbasiyah yang berhasil mengembangkan Ilmu Pengetahuan secara gemilang dengan berlandaskan Islam. Kali ini kita akan membahas tentang pengertian ilmu pengetahuan menurut islam dan kedudukan ilmu serta apa saja klasifikasi ilmu menurut islam.
1. Pengertian Ilmu
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab علم, masdar dari عَـلِمَ – يَـعْـلَمُ yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge.
Pengertian Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu
dari pengertian di atas nampak bahwa Ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis atau menurut Moh Hatta (1954 : 5) “Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan disebut Ilmu”.
2. Kedudukan Ilmu Menurut Islam
Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam , hal ini terlihat dari banyaknya ayat al-Qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulya disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu.
Didalam Al qur’an , kata ilmu dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780 kali , ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari al-Qur’an sangat kental dengan nuansa nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dariagama Islam sebagamana dikemukakan oleh Dr Mahadi Ghulsyani sebagai berikut ;
Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu (sains), Al quran dan Al –sunah mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan Ilmu dan kearifan ,serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat tinggi
Allah Swt berfirman dalam al-Qur’an yang artinya: Allah meninggikan beberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmupengetahuan). dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan
ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan menjadi memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut Ilmu, dan Ilmu yang dimiliki seseorang akan membuat dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan Allah, sehingga akan tumbuh rasa kepada Allah bila melakukan hal-hal yang dilarangnya, hal ini sejalan dengan firman Allah: sesungguhnya yang takut kepada allah diantara hamba –hambanya hanyaklah ulama (orang berilmu).
Disamping ayat–ayat Al Qur’an yang memposisikan Ilmu dan orang berilmu sangat istimewa, al-Qur’an juga mendorong umat Islam untuk berdo’a agar ditambahi ilmu.
dalam hubungan inilah konsep membaca, sebagai salah satu wahana menambah ilmu ,menjadi sangat penting,dan islam telah sejak awal menekeankan pentingnya membaca , sebagaimana terlihat dari firman Allah yang pertama diturunkan yaitu surat Al-Alaq yang artinya:
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan kamu dari segummpal darah. Bacalah,dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia ) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui.
Ayat –ayat tersebut, jelas merupakan sumber motivasi bagi umat Islam untuk tidak pernah berhenti menuntut ilmu, untuk terus membaca, sehingga posisi yang tinggi dihadapan Allah akan tetap terjaga, yang berarti juga rasa takut kepada Allah akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk melakukan amal shaleh, dengan demikian nampak bahwa keimanan yang dibarengi denga ilmu akan membuahkan amal ,sehingga Nurcholis Madjid menyebutkan bahwa keimanan dan amal perbuatan membentuk segi tiga pola hidup yang kukuh ini seolah menengahi antara iman dan amal . ( Baca juga : Keutamaan Menuntut Ilmu Dalam Islam )
Di samping ayat –ayat al-Qur’an, banyak juga hadis yang memberikan dorongan kuat untuk menuntut Ilmu antara lain hadis berikut::
Carilah ilmu walai sampai ke negri Cina ,karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagisetuap muslim’”(hadis riwayat Baihaqi).
Carilah ilmu walau sampai ke negeri cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim . sesungguhnya Malaikat akan meletakan sayapnya bagi penuntut ilmu karena rela atas apa yang dia tuntut “(hadist riwayat Ibnu Abdil Bar).
Dari hadist tersebut di atas , semakin jelas komitmen ajaran Islam pada ilmu ,dimana menuntut ilmu menduduki posisi fardhu (wajib) bagi umat islam tanpa mengenal batas wilayah.
3. Klasifikasi Ilmu menurut ulama Islam.
Dengan melihat uraian sebelumnya ,nampak jelas bagaimana kedudukan ilmu dalam ajaran Islam. Al-Qur’an telah mengajarkan bahwa ilmu dan para ulama menempati kedudukan yang sangat terhormat, sementara hadis nabi menunjukan bahwa menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim.
Dari sini timbul permasalahan apakah segala macam Ilmu yang harus dituntut oleh setiap muslim dengan hukum wajib (fardu), atau hanya Ilmu tertentu saja ?. Hal ini mengemuka mengingat sangat luasnya spsifikasi ilmu dewasa ini .Pertanyaan tersebut di atas nampaknya telah mendorong para ulama untuk melakukan pengelompokan (klasifikasi) ilmu menurut sudut pandang masing-masing, meskipun prinsip dasarnya sama ,bahwa menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim.
Syech Zarnuji dalam kitab Ta’limu al-Muta‘alim ketika menjelaskan hadis bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim menyatakan : Ketahuilah bahwa sesungguhya tidak wajib bagi setiap muslim dan muslimah menuntut segala ilmu ,tetapi yang diwajibkan adalah menuntut ilmu perbuatan (‘ilmu al- hal) sebagaimana diungkapkan, sebaik-baik ilmu adalah Ilmu perbuatan dan sebagus –bagus amal adalah menjaga perbuatan.
Kewajiban manusia adalah beribadah kepeda Allah, maka wajib bagi manusia (Muslim ,Muslimah) untuk menuntut ilmu yang terkaitkan dengan tata cara tersebut, seperti kewajiban shalat, puasa, zakat, dan haji, mengakibatkan wajibnya menuntut ilmu tentang hal-hal tersebut . Demikianlah nampaknya semangat pernyataan Syech Zarnuji ,akan tetapi sangat disayangkan bahwa beliau tidak menjelaskan tentang ilmu-ilmu selain Ilmu Hal tersebut lebih jauh di dalam kitabnya.
Sementara itu Al Ghazali di dalam Kitabnya Ihya Ulumudin mengklasifikasikan Ilmu dalam dua kelompok yaitu 1). Ilmu Fardu a’in, dan 2). Ilmu Fardu Kifayah, kemudian beliau menyatakan pengertian Ilmu-ilmu tersebut sebagai berikut :
Ilmu fardu a’in . Ilmu tentang cara amal perbuatan yang wajib, Maka orang yang mengetahui ilmu yang wajib dan waktu wajibnya, berartilah dia sudah mengetahui ilmu fardu a’in. Ilmu fardu kifayah. Ialah tiap-tiap ilmu yang tidak dapat dikesampingkan dalam menegakan urusan duniawi
Lebih jauh Al Ghazali menjelaskan bahwa yang termasuk ilmu fardu a’in ialah ilmu agama dengan segala cabangnya, seperti yang tercakup dalam rukun Islam, sementara itu yang termasuk dalam ilmu (yang menuntutnya) fardhu kifayah antara lain ilmu kedokteran, ilmu berhitung untuk jual beli, ilmu pertanian, ilmu politik, bahkan ilmu menjahit, yang pada dasarnya ilmu-ilmu yang dapat membantu dan penting bagi usaha untuk menegakan urusan dunia.
demikiaanlah yang dapat kami simpulkan tentang ilmu. karna menurut saya ilmu tiu sangat penting,jadi terima kasih sudah membaca ….

Jumat, 26 Februari 2016

Seberapa pentingnya TAUHID !!

Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya” (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39).
Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39). Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.
Pembagian Tauhid
Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para ulama sejak dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Asma Was Shifat.
Yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam kejadian-kejadian yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa Allah Ta’ala adalah Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang mengatur dan mengubah keadaan mereka. (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Meyakini rububiyah yaitu meyakini kekuasaan Allah dalam mencipta dan mengatur alam semesta, misalnya meyakini bumi dan langit serta isinya diciptakan oleh Allah, Allahlah yang memberikan rizqi, Allah yang mendatangkan badai dan hujan, Allah menggerakan bintang-bintang, dll. Di nyatakan dalam Al Qur’an:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan terang” (QS. Al An’am: 1)
Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini semua orang baik mukmin, maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan mereka menyembah dan beribadah kepada Allah. Hal ini dikhabarkan dalam Al Qur’an:

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan mereka?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Az Zukhruf: 87)
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan langit dan bumi serta menjalankan matahari juga bulan?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Al Ankabut 61)
Oleh karena itu kita dapati ayahanda dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bernama Abdullah, yang artinya hamba Allah. Padahal ketika Abdullah diberi nama demikian, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tentunya belum lahir.
Adapun yang tidak mengimani rububiyah Allah adalah kaum komunis atheis. Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Orang-orang komunis tidak mengakui adanya Tuhan. Dengan keyakinan mereka yang demikian, berarti mereka lebih kufur daripada orang-orang kafir jahiliyah” (Lihat Minhaj Firqotin Najiyyah)
Pertanyaan, jika orang kafir jahiliyyah sudah menyembah dan beribadah kepada Allah sejak dahulu, lalu apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat? Mengapa mereka berlelah-lelah penuh penderitaan dan mendapat banyak perlawanan dari kaum kafirin? Jawabannya, meski orang kafir jahilyyah beribadah kepada Allah mereka tidak bertauhid uluhiyyah kepada Allah, dan inilah yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat.
Tauhid Uluhiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan baik yang zhahir maupun batin (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Dalilnya:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan” (Al Fatihah: 5)
Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik berupa perkataan maupun perbuatan. Apa maksud ‘yang dicintai Allah’? Yaitu segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala sesuatu yang dijanjikan balasan kebaikan bila melakukannya. Seperti shalat, puasa, bershodaqoh, menyembelih. Termasuk ibadah juga berdoa, cinta, bertawakkal, istighotsah dan isti’anah. Maka seorang yang bertauhid uluhiyah hanya meyerahkan semua ibadah ini kepada Allah semata, dan tidak kepada yang lain. Sedangkan orang kafir jahiliyyah selain beribadah kepada Allah mereka juga memohon, berdoa, beristighotsah kepada selain Allah. Dan inilah yang diperangi Rasulullah, ini juga inti dari ajaran para Nabi dan Rasul seluruhnya, mendakwahkan tauhid uluhiyyah. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Sungguh telah kami utus Rasul untuk setiap uumat dengan tujuan untuk mengatakan: ‘Sembahlah Allah saja dan jauhilah thagut‘” (QS. An Nahl: 36)
Syaikh DR. Shalih Al Fauzan berkata: “Dari tiga bagian tauhid ini yang paling ditekankan adalah tauhid uluhiyah. Karena ini adalah misi dakwah para rasul, dan alasan diturunkannya kitab-kitab suci, dan alasan ditegakkannya jihad di jalan Allah. Semua itu adalah agar hanya Allah saja yang disembah, dan agar penghambaan kepada selainNya ditinggalkan” (Lihat Syarh Aqidah Ath Thahawiyah).
Perhatikanlah, sungguh aneh jika ada sekelompok ummat Islam yang sangat bersemangat menegakkan syariat, berjihad dan memerangi orang kafir, namun mereka tidak memiliki perhatian serius terhadap tauhid uluhiyyah. Padahal tujuan ditegakkan syariat, jihad adalah untuk ditegakkan tauhid uluhiyyah. Mereka memerangi orang kafir karena orang kafir tersebut tidak bertauhid uluhiyyah, sedangkan mereka sendiri tidak perhatian terhadap tauhid uluhiyyah??
Sedangkan Tauhid Al Asma’ was Sifat adalah mentauhidkan Allah Ta’ala dalam penetapan nama dan sifat Allah, yaitu sesuai dengan yang Ia tetapkan bagi diri-Nya dalam Al Qur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Cara bertauhid asma wa sifat Allah ialah dengan menetapkan nama dan sifat Allah sesuai yang Allah tetapkan bagi diriNya dan menafikan nama dan sifat yang Allah nafikan dari diriNya, dengan tanpa tahrif, tanpa ta’thil dan tanpa takyif (Lihat Syarh Tsalatsatil Ushul). Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya” (QS. Al A’raf: 180)
Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang nama atau sifat Allah dari makna zhahir-nya menjadi makna lain yang batil. Sebagai misalnya kata ‘istiwa’ yang artinya ‘bersemayam’ dipalingkan menjadi ‘menguasai’.
Ta’thil adalah mengingkari dan menolak sebagian sifat-sifat Allah. Sebagaimana sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada di atas langit dan mereka berkata Allah berada di mana-mana.
Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah. Padahal Allah sama sekali tidak serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada makhluk yang mampu menggambarkan hakikat wujudnya. Misalnya sebagian orang berusaha menggambarkan bentuk tangan Allah,bentuk wajah Allah, dan lain-lain.
Adapun penyimpangan lain dalam tauhid asma wa sifat Allah adalah tasybih dan tafwidh.
Tasybih adalah menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya. Padahal Allah berfirman yang artinya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Lagi Maha Melihat” (QS. Asy Syura: 11)
Kemudian tafwidh, yaitu tidak menolak nama atau sifat Allah namun enggan menetapkan maknanya. Misalnya sebagian orang yang berkata ‘Allah Ta’ala memang ber-istiwa di atas ‘Arsy namun kita tidak tahu maknanya. Makna istiwa kita serahkan kepada Allah’. Pemahaman ini tidak benar karena Allah Ta’ala telah mengabarkan sifat-sifatNya dalam Qur’an dan Sunnah agar hamba-hambaNya mengetahui. Dan Allah telah mengabarkannya dengan bahasa Arab yang jelas dipahami. Maka jika kita berpemahaman tafwidh maka sama dengan menganggap perbuatan Allah mengabarkan sifat-sifatNya dalam Al Qur’an adalah sia-sia karena tidak dapat dipahami oleh hamba-Nya.
Pentingnya mempelajari tauhid
Banyak orang yang mengaku Islam. Namun jika kita tanyakan kepada mereka, apa itu tauhid, bagaimana tauhid yang benar, maka sedikit sekali orang yang dapat menjawabnya. Sungguh ironis melihat realita orang-orang yang mengidolakan artis-artis atau pemain sepakbola saja begitu hafal dengan nama, hobi, alamat, sifat, bahkan keadaan mereka sehari-hari. Di sisi lain seseorang mengaku menyembah Allah namun ia tidak mengenal Allah yang disembahnya. Ia tidak tahu bagaimana sifat-sifat Allah, tidak tahu nama-nama Allah, tidak mengetahui apa hak-hak Allah yang wajib dipenuhinya. Yang akibatnya, ia tidak mentauhidkan Allah dengan benar dan terjerumus dalam perbuatan syirik. Wal’iyydzubillah. Maka sangat penting dan urgen bagi setiap muslim mempelajari tauhid yang benar, bahkan inilah ilmu yang paling utama. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Sesungguhnya ilmu tauhid adalah ilmu yang paling mulia dan paling agung kedudukannya. Setiap muslim wajib mempelajari, mengetahui, dan memahami ilmu tersebut, karena merupakan ilmu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentang nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan hak-hak-Nya atas hamba-Nya” (Syarh Ushulil Iman, 4).

ISLAM....Apa pengertianya..??

Syarah Hadits Jibril ‘Alaihis Sallam Tentang Apa Itu Islam, Iman Dan Ihsan

عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضًا قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ, لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ, حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم, فأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ, وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ, وَ قَالَ : يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِسْلاَمِ, فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : اَلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَإِ لَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ, وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ, وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ, وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ, وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً. قَالَ : صَدَقْتُ. فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْئَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِيْمَانِ, قَالَ : أَنْ بِاللهِ, وَمَلاَئِكَتِهِ, وَكُتُبِهِ, وَرُسُلِهِ, وَالْيَوْمِ الآخِرِ, وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ. قَالَ : صَدَقْتَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ, قَالَ : أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ السَّاعَةِ قَالَ : مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ أَمَارَاتِهَا, قَالَ : أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا, وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِيْ الْبُنْيَانِ, ثم اَنْطَلَقَ, فَلَبِثْتُ مَلِيًّا, ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرُ, أَتَدْرِيْ مَنِ السَّائِل؟ قُلْتُ : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ : فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu berkata :
Suatu ketika, kami (para sahabat) duduk di dekat Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi, kemudian ia berkata :
“Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
”Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya,”
lelaki itu berkata,
”Engkau benar,”
maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya.
Kemudian ia bertanya lagi:
“Beritahukan kepadaku tentang Iman”.
Nabi menjawab,
”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para RasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,”
ia berkata,
“Engkau benar.”
Dia bertanya lagi:
“Beritahukan kepadaku tentang ihsan”.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
Lelaki itu berkata lagi :
“Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?”
Nabi menjawab,
”Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.”
Dia pun bertanya lagi :
“Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!”
Nabi menjawab,
”Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”
Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi bertanya kepadaku :
“Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?”
Aku menjawab,”
Allah dan RasulNya lebih mengetahui,”
Beliau bersabda,
”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.” [HR Muslim, no. 8] [1]
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini secara lengkap diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 8, dan diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad (I/27,28,51,52), Abu Dawud (no. 4695), at Tirmidzi (no.2610), an Nasaa-i (VIII/97), Ibnu Majah (no. 63), Ibnu Mandah dalam al Iman (1,14), ath Thoyalisi (no. 21), Ibnu Hibban (168,173), al Aajurri dalam asy Syari’ah (II/no.205, 206, 207, 208), Abu Ya’la (242), al Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no.2), al Marwazi dalam Ta’zhim Qadris Shalat (no.363-367), ‘Abdullah bin Ahmad dalam as Sunnah (no.901,908), al Bukhari dalam Khalqu Af’aalil ‘Ibaad (190), Ibnu Khuzaimah (no.2504) dari sahabat Ibnu ‘Umar dari bapaknya ‘Umar bin Khaththab.
Hadits ini mempunyai syawahid (penguat) dari lima orang sahabat. Mereka disebutkan oleh al Hafizh Ibnu Hajar al ‘Asqalani dalam Fathul Baari (I/115-116), yaitu :
– Abu Dzar al Ghifari (HR Abu Dawud dan Nasaa-i).
– Ibnu ‘Umar (HR Ahmad, Thabrani, Abu Nu’aim).
– Anas (HR Bukhari dalam kitab Khalqu Af’aalil Ibaad).
– Jarir bin ‘Abdullah al Bajali (HR Abu ‘Awanah).
– Ibnu ‘Abbas dan Abu Amir al ‘Asy’ari (HR Ahmad, sanadnya hasan)
URGENSI HADITS
Qadhi ‘Iyaadh (wafat th. 544 H) berkata : “Hadits ini mencakup penjelasan semua amal ibadah yang zhahir maupun bathin, di antaranya ikatan iman, perbuatan anggota badan, keikhlasan, menjaga diri dari perusak-perusak amal. Bahkan ilmu-ilmu syari’at, semuanya kembali kepada hadits ini dan merupakan pecahannya”.
Beliau melanjutkan: “Atas dasar hadits ini dan ketiga macamnya, aku menulis kitab yang aku namakan al Maqooshid al Hisaan fii ma Yalzamul Insaan. Karena tidak menyimpang dari yang wajib, sunnah, anjuran, peringatan, makruh dari ketiga macamnya. Wallahu a’lam. [Syarah Shahih Muslim I/158].
Imam Nawawi (wafat th. 676 H) berkata,”Ketahuilah, bahwa hadits ini menghimpun berbagai macam ilmu, pengetahuan, adab, dan kelemah-lembutan. Bahkan hadits ini merupakan pokok Islam, seperti yang kami riwayatkan dari Qadhi ‘Iyaadh. [Ibid. I/160].
Imam al Qurthubi (wafat th. 671 H) berkata,”Hadits ini layak disebut sebagai Ummus Sunnah (induk hadits), karena mengandung ilmu hadits.” [Fathul Baari I/125].
Ibnu Daqiq al ‘Id (wafat th. 702 H) berkata,”Hadits ini seakan menjadi induk bagi sunnah, sebagaimana al Fatihah dinamakan Ummul Qur`an, karena ia mencakup seluruh nilai-nilai yang ada dalam al Qur`an.” [Syarah Arba’in an Nawawiyyah, hlm. 31, oleh Ibnu Daqiq al ‘Id].
Ibnu Rajab (wafat th. 795 H) berkata,”Ini merupakan hadits yang agung, mencakup semua penjelasan agama. Karenanya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata di akhir hadits ‘ia adalah Jibril yang datang untuk mengajarkan tentang agama kalian’ setelah menjelaskan kedudukan Islam, kedudukan iman, kedudukan ihsan. Dan menjadikan semua itu agama.” [Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam I/97].
RIWAYAT LENGKAP HADITS INI DALAM SHAHIH MUSLIM
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Yahya bin Ya’mur [1], ia berkata: “Dahulu, yang pertama kali berbicara tentang Qadar di Bashrah adalah Ma’bad al Juhani [2], maka aku (Yahya bin Ya’mur) berangkat bersama Humaid bin Abdurrahman al Himyari untuk melaksanakan haji atau umroh. Kami berkata: “Kalau kita bertemu salah seorang dari sahabat Nabi, maka kita akan bertanya kepadanya tentang orang-orang yang berbicara masalah qodar. Kemudian kami melihat ‘Abdullah bin ‘Umar masuk ke dalam masjid. Maka aku dan sahabatku menggandeng tangannya satu di kanan yang lain di kiri. Aku mengira sahabatku menyerahkan pembicaraan kepadaku, maka aku berkata: “Wahai Abu ‘Abdirrahman, sesungguhnya telah muncul di kalangan kami orang yang membaca Al-Qur’an dan menuntut ilmu -lalu dia menyebutkan perkara mereka- sesungguhnya ini adalah sesuatu yang baru.” Ibnu Umar berkata: “kalau engkau bertemu dengan mereka beritahukan bahwa Ibnu Umar berlepas diri dari mereka dan mereka juga berlepas diri dari aku. Demi Allah kalau seandainya salah seorang dari mereka infak sebesar gunung Uhud emas, Allah tidak akan menerimanya sampai dia beriman kepada qodar. Kemudian dia (Ibnu Umar) berkata: ‘Bapakku ‘Umar bin Khattab menceritakan kepadaku …….. lalu dia menyebutkan hadits di atas.”
Dalam kisah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sebelum dibawakan hadits ini oleh Yahya bin Ya’mur dan Humaid bin Abdurrahman al Himyary, ada beberapa faedah yang bermanfaat, yaitu:
1. Bid’ah pertama kali tentang peniadaan qadar, timbul di Bashrah pada masa sahabat yaitu ‘Abdullah bin ‘Umar, beliau wafat tahun 73 H.
2. Para tabi’in selalu bertanya kepada para sahabat untuk mengetahui hukum dari perkara-perkara yang musykil, baik yang berkaitan dengan masalah aqidah maupun yang lainnya. Hal ini adalah wajib atas setiap muslim untuk mengembalikan urusan agama mereka kepada para ulama. Firman Allah l :

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Maka bertanyalah kepada ahludz dzikr (ahli ilmu/ ulama) jika kamu tidak mengetahui.” [an Nahl:43]
3. Disunnahkan bagi seluruh kaum muslimin yang menunaikan ibadah haji dan umrah agar mereka memanfaatkan kesempatan ini untuk mempelajari agama Islam dan memperdalamnya serta bertanya kepada para ulama yang ada di Mekkah dan Madinah untuk mengetahui hukum-hukum agama yang belum mereka ketahui. Sebagaimana yang dilakukan Yahya bin Ya’mur, Humaid bin ‘Abdurrahman al Himyari dan Yazid al Faqir.
Dari Yazid al Faqir dia berkata, “Saya pernah tertarik oleh suatu pendapat kaum khawarij, lalu kami keluar dalam satu kelompok yang berjumlah banyak, karena kami ingin melaksanakan ibadah haji kemudian kami keluar ke tengah orang banyak.” Yazid berkata, “Kemudian kami melewati kota Madinah. Tiba-tiba ada Jabir bin ‘Abdullah sedang membicarakan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada suatu kaum dengan duduk bersama satu kafilah.” Yazid berkata, “kemudian Jabir bin Abdillah menyebutkan penghuni-penghuni jahannam.” Saya berkata kepada Jabir bin ‘Abdullah, “Wahai sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ! apa yang kamu bicarakan ini? Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Sesungguhnya orang yang engkau masukkan ke dalam neraka maka sungguh engkau telah hinakan dia.’(ali Imran:192) dan firmanNya lagi, ‘Setiap kali para penghuni neraka itu ingin keluar dari neraka maka mereka itu selalu dilemparkan kembali ke dalamnya.’(as Sajadah:20). Lalu apa yang kalian katakan itu?”
Jabir bertanya, “Sudahkah kamu membaca al Qur’an? Pernahkah kamu mendengar tentang kedudukan nabi Muhammad yang akan diangkat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala ? Saya menjawab, ‘ya sudah pernah’ Jabir berkata, “Itulah kedudukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, yang dengan itu Allah mengeluarkan orang dari neraka yang beliau kehendaki.”
Kemudian Jabir bin ‘Abdullah menjelaskan letak as Shirath dan bagaimana manusia melintas di atasnya. Hanya saja Jabir mengatakan bahwa ada satu kaum yang keluar dari neraka setelah mereka berada didalamnya. Yakni mereka keluar dengan jasad bagaikan biji kurma yang baru dijerang di matahari. Kemudian mereka masuk dalam salah satu telaga surga, kemudian mereka mandi dan keluar sebersih selembar kertas.
Kemudian kami pulang dan mengatakan, “Celakalah kamu sekalian! Apakah kalian menganggap seorang syaikh (Jabir bin Abdullah) membuat kebohongan terhadap Rasulullah?” maka kami terus pulang. Sungguh demi Allah tidaklah ada yang keluar dari kelompok kami kecuali hanya seorang. Demikianlah sebagaimana riwayat yang disampaikan oleh Abu Nu’aim”. Abu Nu’aim adalah Fadl bin Dukain, beliau salah seorang perawi hadits ini [Syarah shahih muslim oleh Imam an Nawawi III/50-52]
Rombongan ini datang untuk menunaikan ibadah haji mereka mempunyai pemahaman yang salah, yaitu orang-orang yang berbuat dosa besar tidak keluar dari neraka. Mereka membawakan ayat-ayat yang turun untuk orang kafir dikenakan kepada kaum Muslimin dan pemahaman ini adalah pemahaman Khawarij.
Ibnu ‘Umar memandang bahwa Khawarij adalah sejelek-jelek makhluk Allah, ia berkata “Mereka membawakan ayat-ayat yang turun kepada orang-orang kafir dikenakan kepada kaum mukminin.” [Fathul Baari XII/282]
Di dalam kisah ini menunjukkan bahwa syaithan menyesatkan manusia dengan dua cara; Pertama, orang-orang yang lalai dan berpaling dari keta’atan dihiasi dengan syahwat kedua, orang-orang yang taat dan ahli ibadah, syetan menyesatkan mereka dengan cara ghuluw (berlebih-lebihan) dan melemparkan syubhat kepada mereka. (syarah hadits jibril hal.12) Imam Ibnul Qayyim berkata bahwa hati manusia dirusak oleh fitnah syahwat dan fitnah syubhat.[3]
Kedua fitnah ini sangat berbahaya bagi manusia.
KANDUNGAN HADITS JIBRIL
Dari penjelasan tentang urgensi hadits ini, kita dapat mengambil faidah di antaranya :
1. Menunjukkan tentang pentingnya majelis ilmu.
Karena, itu setiap ulama dianjurkan mengadakan majelis ilmu yang ditentukan waktunya, setiap sepekan sekali atau dua kali, supaya mereka tidak bosan. [4]
2. Memperbaiki pakaian dan penampilan.
Ketika hendak masuk masjid dan akan menghadiri majelis ilmu, disunnahkan memakai pakaian yang rapi, bersih dan memakai minyak wangi. Bersikap baik dan sopan di majelis ilmu dan di hadapan para ulama adalah perilaku yang sangat baik, karena Jibril saja datang kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan penampilan dan sikap yang baik.
3. Defenisi Islam
Secara etimologi, Islam berarti tunduk dan menyerah sepenuhnya kepada Allah Azza wa Jalla. Adapun secara terminology, disebutkan :

الإِ سلامُ: اَلإِستِسلاَمُ للهِ بِالتَوحَيدِ وَاالإِنقِياَدُ لَهُ بِالطَّاعَةِ وَالبَرَاءَةُ مِنَ الشِّركِ وَأَهلِه
Islam adalah patuh dan tunduk kepada Allah dengan cara mentauhidkan, mentaati dan membebaskan diri dari kemusyrikan dan ahli syirik. [5]
الإسلام والاستسلام , menurut bahasa artinya الإنقياد . Yaitu patuh dan tunduk. Sedangkan menurut syari’at, yaitu menampakkan ketundukan dan memperlihatkan syari’at serta berpegang teguh dengan yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan hal tersebut, terpelihara dan tercegahlah darah dari segala yang dibenci.
Dalam hadits di atas, kekasih Rabb semesta alam ‘alaihish shalatu wassalam mendefinisikan Islam dengan amalan-amalan anggota badan yang tampak. Yaitu berupa perkataan dan perbuatan. Mengucapkan dua kalimat syahadat adalah perbuatan lisan. Shalat dan puasa adalah perbuatan badan (tubuh). Zakat harta adalah amalan pada harta, dan haji adalah amalan pada badan dan harta.
Islam adalah agama yang dilandaskan atas lima dasar, yaitu :
a. Mengucapkan dua kalimat syahadat ( أشْهَدُ أن لاإِله إِلاَّالله وَأَشهَدُأَنَّ مُحَمَّدًارَسُولُ الله), artinya : Aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan Aku bersaksi bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam utusan Allah.
b. Menunaikan shalat wajib pada waktunya, dengan memenuhi syarat, rukun dan memperhatikan adab dan hal-hal yang sunnah.
c. Mengeluarkan zakat.
d. Puasa pada bulan Ramadhan.
e. Haji sekali seumur hidup bagi yang mampu, mempunyai biaya untuk pergi ke tanah suci dan mampu memenuhi kebutuhan keluarga yang ditinggalkan.
4. Definisi Iman [6].
Iman adalah at tashdiq, yaitu pengakuan dan pembenaran.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendefinisikan iman dalam hadits ini sebagai keyakinan yang ada dalam batin. Dan Ahlus Sunnah berkeyakinan, iman adalah perkataan, perbuatan, dan niat (kehendak hati). Dan sesungguhnya, amal perbuatan termasuk ke dalam nama iman.
• Islam dan Iman.
Melalui penjelasan di atas, maka kita pahami, Iman dan Islam adalah dua hal yang berbeda, baik secara etimologi maupun secara terminologi. Pada dasarnya, jika berbeda nama, tentu berbeda makna. Meskipun demikian, tidak jarang dipergunakan dengan arti yang sama, yaitu Islam berarti Iman, dan sebaliknya. Keduanya saling melengkapi. Iman menjadi sia-sia tanpa Islam, dan demikian juga sebaliknya.
Apabila nama keduanya dipisah, maka yang lain masuk ke dalam (pengertian)nya, dan menunjukkan pada apa yang ditunjukkan oleh yang lain ketika berdiri sendiri. Apabila keduanya digabungkan, maka salah satunya menunjukkan kepada sesuatu bila berdiri sendiri. Jika dalam satu nash dihubungkan antara Iman dan Islam, maka masing-masing mempunyai pengertian yang berbeda. Sehingga definisi iman adalah, pembenaran hati disertai penetapan dan pengetahuannya. Dan pengertian Islam ialah berserah diri kepada Allah, tunduk dan patuh kepadaNya dengan amal perbuatan.
• Merupakan aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah bahwasanya amal termasuk ke dalam iman.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ
Iman memiliki tujuh puluh cabang lebih. Yang paling utama ialah ucapan Laa ilaha illallah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu termasuk cabang dari iman. [7]
Menyingkirkan gangguan merupakan perbuatan dan beliau n memasukkannya ke dalam iman.
• Di antara aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah keyakinan mereka, bahwa iman dapat bertambah dan berkurang.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَّعَ إِيمَانِهِمْ
…supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)… [al Fath : 4].
Ibnu Baththal rahimahullah berkata : “Apabila dikatakan ‘iman secara bahasa adalah pembenaran’, maka jawabnya, adalah ‘sesungguhnya pembenaran akan sempurna dengan berbagai ketaatan seluruhnya. Tidaklah seorang mu’min bertambah amal kebaikannya, melainkan imannya menjadi lebih sempurna’.
Dengan pernyataan ini -pembenaran akan sempurna dengan ketaatan-, (maka) iman akan bertambah. Dan dengan berkurangnya pernyataan tersebut, maka iman pun berkurang. Kapan saja berkurang amal kebaikan, maka berkurang pula kesempurnaan iman. Kapan saja bertambah amal kebaikan, maka bertambah pula kesempurnaannya. Inilah perkataan pertengahan dalam masalah iman”. [8]
• Keutamaan orang mukmin bertingkat-tingkat.
Keimanan orang-orang shiddiq yang menjadikan sesuatu yang ghaib bagi mereka seperti sesuatu yang tampak, tidak sama dengan orang-orang yang belum mencapai tingkatan ini. Termasuk di antaranya perkataan sebagian ulama : “Tidaklah Abu Bakar mendahului kalian (dalam tingkatan ini) dengan banyaknya puasa, tidak juga banyaknya shalat, akan tetapi dia mendahului kalian dengan sesuatu yang tertanam di dalam hatinya”.
Inilah rukun-rukun Iman. Siapapun yang meyakini, maka ia akan selamat dan beruntung. Barangsiapa yang menentangnya, maka ia akan sesat dan merugi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنزَلَ مِن قَبْلُ ۚ وَمَن يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
Wahai orang-orang mukmin, berimanlah kepada Allah, RasulNya, kitab suci yang telah diturunkan kepada RasulNya (Muhammad n ) dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kufur kepada Allah, malaikat-malaikatNya, rasul-rasulNya, kitab-kitabNya dan hari Kiamat, maka sungguh ia benar-benar tersesat. [an Nisaa` : 136].
Ahlus Sunnah wal Jama’ah berkeyakinan, Iman itu bertambah dan berkurang. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

هُوَ الَّذِي أَنزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَّعَ إِيمَانِهِمْ
Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mu’min supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). [al Fath : 4]
.
نَّحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُم بِالْحَقِّ ۚ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى
Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk; [al Kahfi : 13].
5. Iman kepada Allah mencakup empat hal.
• Iman tentang adanya Allah diyakini oleh setiap makhluk.
Bahwa adanya alam semesta ini pasti ada yang menciptakan, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena tidak mungkin seluruh alam semesta dan isinya terjadi dengan sendirinya.
• Iman tentang rububiyah Allah.
Yaitu meyakini, hanya Allah saja yang menciptakan, memiliki langit dan bumi, dan seluruh alam semesta beserta isinya, yang memberikan rezeki, mengatur alam semesta, menghidupkan dan mematikan dan lainnya.
• Iman tentang uluhiyah Allah.
Yaitu mengesakan Allah melalui segala pekerjaan hamba. Dengan cara itu, manusia bisa mendekatkan diri kepada Allah apabila hal itu disyari’atkan olehNya, seperti berdo’a, khauf (takut), raja` (harap), mahabbah (cinta), dzabh (penyembelihan), bernadzar, isti’anah (minta pertolongan), istighatsah (minta pertolongan saat mengalami kesulitan), isti’adzah (minta perlindungan), dan segala yang disyari’atkan dan diperintahkan Allah dengan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apa pun. Semua ibadah ini dan lainnya, harus dilakukan hanya kepada Allah semata dan ikhlas karenaNya. Ibadah tersebut tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah. Tauhid ini merupakan inti dakwah para rasul, dari rasul yang pertama sampai terakhir.

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya “Bahwasanya tidak ada Ilah (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku. [al Anbiya’ : 25].
Setiap rasul, memulai dakwahnya mengajak umat kepada tauhid uluhiyah, sebagaimana Nuh, Hud, Shalih dan Syu’aib. [9]

يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ
Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Illah bagimu selainNya. [QS al A’raaf : 59 Lihat juga ayat 65, 73 dan 85].
Sungguh Allah tidak akan ridha bila dipersekutukan dengan sesuatu apa pun. Bila ibadah itu dipalingkan kepada selain Allah, maka pelakunya terjatuh kepada syirkun akbar dan tidak diampuni dosanya.

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang lain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendakiNya. [an Nisa : 48 dan 116]
• Tauhid Asma` wa Shifat.
Ahlus Sunnah menetapkan apa-apa yang Allah dan RasulNya telah tetapkan atas diriNya, baik berkaitan dengan nama-nama maupun sifat-sifat Allah; dan Ahlus Sunnah mensucikanNya dari segala aib dan kekurangan, sebagaimana hal tersebut telah disucikan oleh Allah dan RasulNya. Kita wajib menetapkan nama dan sifat Allah, sebagaimana yang terdapat di dalam al Qur`an dan as Sunnah, dan tidak boleh dita’wil (dirubah maknanya).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (wafat tahun 728 H) berkata,”Manhaj Salaf dan para imam ahlus sunnah, mereka mengimani tauhid asma` wa shifat dengan menetapkan apa yang telah Allah tetapkan atas diriNya dan telah ditetapkan RasulNya untukNya, tanpa tahrif dan ta’thil, serta tanpa takyif dan tamtsil. Ahlus Sunnah menetapkan tanpa tamtsil, menyucikan tanpa ta’thil, menetapkan semua sifat Allah dan menafikan persamaan sifat Allah dengan makhluknya”. [Lihat penjelasannya di dalam Syarah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, hlm. 94, Cet. II].
Firman Allah :

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. [asy Syuura : 11].
Lafazh ayat laisa kamitslihi syai’ (tidak ada yang serupa denganNya) merupakan bantahan kepada golongan yang menyamakan sifat-sifat Allah dengan makhlukNya. Sedangkan lafazh ayat wahuwas samii’ul bashiir (dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat) sebagai bantahan kepada orang-orang yang menafikan atau mengingkari sifat-sifat Allah.
I’tiqad Ahlus Sunnah dalam masalah nama dan sifat Allah didasari atas dua prinsip. Pertama, bahwasanya Allah wajib disucikan dari semua sifat kurang secara mutlak, seperti ngantuk, tidur, lemah, bodoh, mati dan lainnya. Kedua, Allah mempunyai sifat-sifat yang sempurna, tidak memiliki kekurangan sedikit pun juga, tidak ada sesuatu pun dari makhluk yang menyamai sifat-sifat Allah. [10]
6. Ahlus sunnah mengimani tentang adanya Malaikat.
Bahwasanya malaikat diciptakan dari cahaya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

خُلِقَتْ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ
Diciptakan malaikat dari cahaya, diciptakan jin dari api yang menyala-nyala, dan diciptakan Adam dari apa yang disifatkan kepada kalian. [HR Muslim, no. 2996, 60].
Malaikat mempunyai sayap, sebagaimana Allah berfirman di awal surat Faathir. Dan jumlah malaikat sangat banyak, tidak ada yang mengetahui kecuali hanya Allah. Ada hadits yang menyatakan, bahwa Baitul Ma’mur di langit yang ke tujuh dimasuki setiap hari oleh 70.000 malaikat. Bila mereka keluar tidak kembali lagi ke situ. [HR Bukhari, no.3207 dan Muslim, no. 259].
Malaikat mendapat tugas bermacam-macam dari Allah. Mereka adalah makhluk yang tidak pernah berbuat maksiat kepada Allah, dan mereka selalu bertasbih kepada Allah.
Sifat-sifat Malaikat Jibril.
Dia adalah ar Ruh al Amin, sebagaimana firman Allah :

نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ
Dia dibawa turun oleh ar Ruh al Amin (Jibril). [asy Syu’araa` : 193]
Allah mensifatinya dengan sifat amanah dan suci sebagai rekomendasi yang agung dari Rabb Azza wa Jalla. Allah mensifatinya sebagai makhluk yang baik atau berakhlak mulia, memiliki keindahan bentuk, mempunyai kedudukan di sisi Allah. Dia adalah pemimpin para malaikat yang ditaati perintahnya di langit.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat Malaikat Jibril dalam bentuk aslinya dua kali. Yang pertama pada tiga tahun setelah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus, dan yang kedua pada malam Isra’ dan Mi’raj.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyifati Malaikat Jibril dengan kebesaran penciptaannya (bentuknya). Disebutkan, dari Abdullah bin Mas’ud, beliau berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Jibril dengan bentuk aslinya. Dia memiliki enam ratus sayap. Setiap satu sayap darinya dapat menutup ufuk, lalu berjatuhan dari sayapnya macam-macam warna –sesuatu yang bermacam-macam warnanya- dari mutiara dan yaqut”. [11]
7. Ahlus Sunnah beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada RasulNya.
Sebagai rahmat dan hidayah bagi seluruh manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kitab-kitab Taurat, Injil, Zabur, Shuhuf Ibrahim dan Musa serta al Qur`an tersebut diturunkan oleh Allah dengan benar dan bukan makhluk.
Keistimewaan al Qur`an dari kitab-kitab lainnya :
• Kita wajib mengimaninya secara rinci, membenarkan semua berita yang terdapat di dalamnya, melaksanakan perintahNya, menjauhkan laranganNya dan beribadah kepada Allah sesuai dengan apa yang terdapat di dalam al Qur`an dan as Sunnah.
• Al Qur`an adalah mu’jizat yang abadi. Tidak ada seorang pun jin dan manusia yang mampu untuk membuat satu surat saja seperti al Qur’an [al Israa` : 88].
• Allah menjamin untuk menjaga al Qur`an [al Hijr : 9].
• Al Qur`an sebagai tolak ukur dari kitab-kitab sebelumnya. Dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penjelas dari al Qur`an.
• Al Qur`an adalah kalamullah bukan makhluk, berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akan kembali kepadaNya; dan bahwasanya Allah berbicara secara hakiki.
8. Iman kepada rasul-rasul Allah.
Ahlus Sunnah beriman kepada rasul-rasul yang diutus Allah kepada setiap kaumnya. Yang dimaksud rasul adalah, orang yang diberi wahyu untuk disampaikan kepada umat. Rasul yang pertama adalah Nabi Nuh, dan yang terakhir Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap umat tidak pernah kosong dari nabi utusan Allah yang membawa syari’at khusus untuk kaumnya, atau dengan membawa syari’at sebelumnya yang diperbaharui.
Para rasul adalah manusia biasa, makhluk Allah yang tidak mempunyai sedikit pun keistimewaan rububiyah maupun uluhiyah. Mereka juga tidak mengetahui perkara yang ghaib. Allah berfirman tentang Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pemimpin para rasul dan paling tinggi derajatnya di sisi Allah.

قُل لَّا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ ۚ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah : “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. [al A’raaf : 188].
Iman kepada Rasul mengandung empat unsur :
• Mengimani bahwa risalah mereka benar-benar dari Allah. Barangsiapa mengingkari risalah mereka, walaupun hanya seorang, maka menurut pendapat seluruh ulama, ia dikatakan kafir, sebagaimana firman Allah dalam surat Asy Syu’araa’ ayat 105.
• Mengimani nama-nama rasul yang sudah kita kenali, yang Allah sebutkan di dalam al Qur`an dan as Sunnah yang shahih. Jumlah nabi dan rasul sangat banyak. Menurut riwayat, jumlah nabi ada 124.000 dan jumlah rasul ada 315. Adapun yang terkenal adalah 25 rasul.[12]
Allah menyebutkan tentang para nabi dan rasul di dalam al Qur`an ada 25. Yaitu Adam, Idris, Nuh, Hud, Shalih, Ibrahim, Luth, Ismail, Ishaq, Ya’qub, Yusuf, Syu’aib, Ayyub, Dzulkifli, Musa, Harun, Dawud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa, Yunus, Zakaria, Yahya, Isa dan Muhammad. Lihat surat al Imran ayat 33, Hud ayat 50, 61, 84, al Anbiya ayat 85, al An’aam ayat 83-86 dan al Fath ayat 29.
Adapun para rasul yang tidak diketahui namanya, maka wajib bagi kita mengimani secara global. Allah berfirman:

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّن قَبْلِكَ مِنْهُم مَّن قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُم مَّن لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ
Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang kami ceritakan kepadamu, dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu… [al Mu’min : 78]
• Membenarkan berita-berita mereka yang shahih riwayatnya.
• Mengamalkan syari’at Rasul yang diutus kepada kita. Beliau adalah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diutus Allah kepada seluruh manusia dan penutup para nabi. Allah berfirman :

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Maka demi Rabb-mu, maka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima sepenuhnya. [an Nisaa` : 65].
9. Iman kepada Yaumul Akhir (hari kiamat).
Yaitu mengimani yang dikabarkan atau disampaikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang yang terjadi setelah kematian. Di antaranya : fitnah kubur, adzab kubur, nikmat kubur, dikumpulkannya manusia di Padang Mahsyar, ditegakkannya timbangan, dibukanya catatan-catatan amal, adanya hisab, al Haudh (telaga), shirath (jembatan), syafa’at, Surga dan Neraka. Firman Allah :

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۖ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ ۚ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zhalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. [Ibrahim : 27].
Allah berfirman tentang adanya adzab kubur :

النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا ۖ وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ
Kepada mereka dinampakkan Neraka pada pagi dan petang dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada Malaikat) : “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya kepada adzab yang sangat keras”. [al Mu’min : 46].
Allah menciptakan kejadian-kejadian saat Kiamat datang menjelang. Salah satunya, Allah menyuruh Malaikat Israfil meniup sangkakala, sebagaimana firmanNya :

وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَمَن فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَن شَاءَ اللَّهُ ۖ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَىٰ فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنظُرُونَ
Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).” [az Zumar : 68].
Ruh-ruh ketika itu akan dikembalikan kepada jasadnya masing-masing. Maka bangkitlah manusia dari liang kuburnya untuk menghadap Allah, Rabb semesta alam. Mereka bangkit dengan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan tidak berkhitan. Matahari dekat dengan mereka dan peluh (keringat) bercucuran membasahi tubuh. Kemudian ditegakkan timbangan, dibukakan catatan-catatan amal, serta adanya hisab, sebagaimana firman Allah dalam surat al Mu’minun ayat 102-104.
Kita mengimani al Haudh (telaga) bagi Rasulullah. Airnya lebih putih daripada susu, lebih manis dari madu, lebih harum dari minyak kesturi, panjang dan lebarnya sejauh perjalanan satu bulan, bejana-bejananya seindah dan sebanyak bintang di langit. Maka kaum Mukminin dari umat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan meminum dari haudh tersebut. Siapa yang minum seteguk air darinya, maka dia tidak akan merasa haus lagi sesudah itu.[13]
Kita mengimani ash shirath (jembatan). Yaitu jembatan yang direntangkan di atas Neraka Jahanam yang akan dilewati umat manusia sesuai dengan amal perbuatan mereka. Yang pertama kali melewatinya seperti kilat, kemudian seperti angin, seperti burung terbang, seperti orang berlari, seperti orang berjalan, dan ada pula yang merangkak. Mereka dibawa oleh amal perbuatannya. Ketika itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di atas jembatan dan berdoa : “Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah”. Pada kedua sisi jembatan itu ada kait-kait yang digantungkan, diperintahkan untuk mengait siapa yang telah diperintahkan kepadanya. Sehingga ada yang terkoyak tetapi selamat, dan ada pula yang tercampakkan ke dalam api Neraka [14]. Umat yang pertama kali masuk Surga adalah umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pada hari Kiamat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempunyai tiga syafa’at :
• Syafa’at pertama, yaitu syafa’at `uzhma (yang agung). Diberikan kepada umat manusia di Mauqif. Yaitu saat manusia dikumpulkan Allah di Padang Mahsyar, untuk diberi keputusan. [15]
• Syafa’at kedua, yaitu syafa’at yang diberikan kepada para ahli surga untuk memasuki Surga.
Kedua syafa’at di atas khusus bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
• Syafa’at ketiga, yaitu syafa’at yang diberikan kepada orang-orang yang berhak masuk Neraka. Syafa’at ini bersifat umum, yaitu bagi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para nabi, serta para shiddiqin dan yang lain dari kalangan kaum Muslimin.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan memberikan syafa’at kepada orang yang semestinya masuk Neraka untuk tidak masuk Neraka, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi syafa’at kepada orang yang sudah masuk Neraka untuk dikeluarkan dari api Neraka, serta syafa’at Rasul untuk pelaku dosa besar dari umat Islam, seperti sabda Rasulullah dari sahabat Anas bin Malik: “Syafa’atku akan diberikan bagi pelaku dosa besar dari umatku”. (HR Tirmidzi, no. 2435; Hakim I/69. Tirmidzi berkata, bahwa hadits ini hasan shahih). Dan Allah mengeluarkan dari api Neraka beberapa kaum, tanpa melalui syafa’at, akan tetapi berkat karunia dan rahmatNya. [16]
Sesungguhnya Surga dan Neraka sudah diciptakan Allah. Keduanya adalah makhluk yang kekal abadi. Surga adalah balasan bagi wali-wali Allah, sedangkan Neraka sebagai tempat hukuman bagi orang yang bermaksiat kepadaNya, kecuali yang mendapatkan rahmatNya. Adapun orang-orang kafir, mereka tetap kekal di dalam Neraka selama-lamanya.
Tanda-Tanda Hari Kiamat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits ini menyebutkan dua tanda. Di antara tanda-tanda telah dekatnya hari Kiamat, yaitu :
a. Apabila budak wanita melahirkan tuannya.
Para ulama memiliki beberapa penafsiran terhadap pengertian ini, antara lain:
• Ada yang berpendapat, banyaknya anak yang durhaka. Yaitu seorang anak memperlakukan ibunya sebagaimana perlakuan tuan terhadap budak wanitanya. Pendapat inilah yang dipegang oleh Ibnu Hajar.
• Ibnu Rajab berkata,”Ini sebagai isyarat atas pembukaan negeri (kaum Mukminin mengalahkan negeri-negeri kafir) dan banyaknya perbudakan, sehingga banyak budak wanita yang dijadikan gundik dan anak mereka pun menjadi banyak. Maka jadilah budak wanita sebagai budak pemiliknya, dan anak tuannya dari budak wanita itu berkedudukan seperti tuannya. Karena anak majikan berkedudukan sebagai majikan”.
• Sebagian ulama mengambil pendapat yang mengatakan bahwa ibu si anak itu dapat merdeka dengan kematian tuannya. Seolah-olah, anaknyalah yang memerdekakannya, maka pembebasan itu dinisbatkan kepada anak tersebut. Dengan hal tersebut, jadilah si anak seolah-olah sebagai majikannya.
b. Sehingga engkau melihat orang yang fakir, telanjang badan dan kaki sebagai penggembala kambing berlomba-lomba untuk meninggikan bangunan.
Maksudnya, orang-orang dari kalangan rakyat jelata (orang bodoh) menjadi para pemimpin. Harta mereka pun banyak. Mereka mendirikan bangunan yang tinggi sebagai kebanggaan dan kesombongan tehadap hamba-hamba Allah.
10. Iman kepada Qadh dan Qadar.
Qadha adalah hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala yang azali (telah ada) sebelum diciptakannya sesuatu atau ketiadaannya. Qadar adalah penciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap segala sesuatu dengan suatu cara, dan di waktu yang khusus. Dan terkadang keduanya dimutlakkan kepada yang lainnya.
Iman kepada takdir dibangun dari dua hal, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama:
• At tashdiq (pembenaran).
Bahwasanya ilmu Allah mendahului apa yang diperbuat oleh para hambaNya, berupa kebaikan dan keburukan, ketaatan dan kemaksiatan sebelum mereka diciptakan. Dan Allah telah mencatat semuanya itu di dalam Lauhil Mahfuzh.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

كَتَبَ اللهُ مَقَادِيْرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ
Allah telah menulis takdir seluruh makhlukNya lima puluh ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ
Dan ‘ArsyNya berada di atas air.
Seluruh amal perbuatan mereka pasti sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla dan berjalan menurut apa yang telah diketahui oleh ilmuNya. Firqah Qadariyyah yang ekstrim telah menafikan hal ini (ilmu Allah). Di antara tokohnya, yaitu : Ma’bad al Juhani, Amr bin Ubaid dan selain mereka. Mereka telah menyelisihi pendapat Salaful Ummah, sehingga mereka pun tersesat dari jalan yang lurus.
Imam Ahmad, asy Syafi’i dan selain mereka berpendapat tentang kafirnya orang-orang yang mengingkari ilmu Allah yang qadim (terdahulu).
• Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menciptakan seluruh perbuatan hambaNya berupa berkurangnya iman, ketaatan dan kemaksiatan, dan menutupkannya di antara mereka dengan kehendaknya.
Iman kepada qadha dan qadar ada empat tingkatan:
• Al Ilmu.
Yaitu, mengimani bahwa Allah dengan ilmuNya, yang merupakan sifatNya yang azali dan abadi, telah mengetahui segala amal perbuatan makhlukNya, serta mengetahui segala ihwal mereka, seperti taat, maksiat, rizki, ajal, bahagia, dan celaka.
• Al Kitaabah.
Bahwa Allah telah mencatat di Lauh Mahfuz seluruh takdir makhluk. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أوّلُ مَا خَلَقَ اللهُ القَلَمَ قَالَ لَهُ اُكْتُبْ قَالَ:مَا أَكْتُبُ ؟ قَالَ : اُكْتُبْ مَاهُوَ كَائِنٌ إِلَى يَومِ القِيامَةِ
Pertama kali yang diciptakan Allah adalah qalam (pena), lalu Allah berfirman kepadanya: “Tulislah,” (maka) ia menjawab,”Apa yang harus aku tulis?” Allah berfirman,”Tulislah semua yang terjadi sampai hari Kiamat!” [HR Ibnu Ashim di dalam as Sunnah, no. 103; Ahmad V/317] [17].
Sebagaimana juga Allah berfirman:

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ۗ إِنَّ ذَٰلِكَ فِي كِتَابٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah. [al Hajj : 70].
• Al Masyi’ah.
Yaitu, apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi. Sebaliknya, apa yang tidak dikehendakiNya, tidak akan terjadi. Semua gerak-gerik yang terjadi di langit dan di bumi hanyalah dengan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada sesuatu yang terjadi di dalam kerajaanNya apa yang tidak diinginkanNya.
• Al Khalq.
Yaitu, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, baik yang ada maupun yang belum ada. Karena itu, tidak ada satupun makhluk di bumi atau di langit, melainkan Allah-lah yang menciptakannya, tiada pencipta selain Dia, tiada Ilah melainkan hanya Allah saja. Sebagaimana firmanNya:

اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. [az Zumar : 62].
Dengan demikian, hendaknya bagi orang yang membahas nash-nash tentang qadha dan qadar agar memperhatikan hal-hal berikut, sehingga selamat dari penyimpangan terhadap rukun ini :
a. Membedakan antara sifat Allah dengan sifat makhlukNya.
Pembedaan antara ilmu Allah Azza wa Jalla dan ilmu manusia haruslah dilakukan. Sifat ini harus ditetapkan untuk Allah dengan bentuk yang paling sempurna.
Seluruh sifat Allah Tabaraka wa Ta’ala adalah sempurna, tidak dicampuri kelemahan, kekurangan, tidak juga keterpaksaan. Sebagaimana yang menimpa pada kekuasaan dan kehendak makhluk, yakni kehendak makhluk memiliki keterbatasan, serba kurang, dan dikuasai.
b. Mensucikan Allah Azza wa Jalla dari berbagai sifat yang kurang.
Wajib bagi para hamba untuk mensucikan Rabb dari kesia-siaan, kejahilan, kezhaliman dan selainnya dari berbagai kekurangan.
c. Penelitian atau pembahasan yang menyeluruh terhadap nash-nash al Kitab dan as Sunnah, serta keluar dengan satu hukum setelahnya.
Hal ini sudah seharusnya dilakukan pada setiap permasalahan agama, mengumpulkan nash-nash tentang suatu permasalahan, kemudian bersungguh-sungguh dalam memahaminya, sesudah itu baru kemudian mengeluarkan satu hukum.
d. Allah Azza wa Jalla tidak ditanya tentang apa yang dilakukanNya.
Sebagaiman firmanNya :

لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuatNya, dan merekalah yang akan ditanyai. [al Anbiyaa` : 23]
e. Hendaklah memiliki pengetahuan, bahwasanya seorang hamba diberi beban untuk melakukan berbagai sebab. Adapun hasilnya berada di tangan Allah.
Tidak semua orang yang melakukan suatu sebab tertentu dan dilakukan oleh orang lain yang semisalnya, keduanya memperoleh rizki yang sama. Terkadang seorang manusia berusaha sungguh-sungguh, tetapi tidak mendapatkan rizki yang banyak. Sedangkan yang lain berusaha dengan kesungguhan yang minim, akan tetapi ia memperoleh harta yang banyak.
Bersama kesungguhan mereka, mereka juga memperoleh akibat yang buruk. Maka berbagai hasil berada di tangan Allah. Dia-lah yang mempersiapkan balasan dalam berbagai usaha sebagai bentuk keadilan dan kebijaksanaanNya.
11. Definisi ihsan.
Ihsan adalah ikhlas dan penuh perhatian. Artinya, sepenuhnya ikhlas untuk beribadah hanya kepada Allah dengan penuh perhatian, sehingga seolah-olah engkau melihatNya. Jika engkau tidak mampu seperti itu, maka ingatlah bahwa Allah senantiasa melihatmu dan mengetahui apapun yang ada pada dirimu.
Sabda Rasulullah ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendefinisikan kata ihsan “engkau menyembah Allah seolah-olah melihatNya dan seterusnya” mengisyaratkan, bahwa seorang hamba menyembah Allah dalam keadaan seperti itu. Berarti, ia merasakan kedekatan Allah dan ia berada di depan Allah seolah-olah melihatNya. Hal ini menimbulkan rasa takut, segan dan mengagungkan Allah, seperti dalam riwayat Abu Hurairah: “Hendaknya engkau takut kepada Allah seolah-olah engkau melihatNya”.
Ibadah seperti ini juga menghasilkan ketulusan dalam beribadah, dan berusaha keras untuk memperbaiki dan menyempurnakannya.
Tentang sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam “Jika engkau tidak dapat melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu”, ada yang mengatakan, sabda tersebut merupakan penjelasanan bagi sabda sebelumnya. Bahwa jika seorang hamba diperintahkan merasa diawasi Allah dalam ibadah dan merasakan kedekatan Allah dengan hambaNya hingga hamba tersebut seolah-olah melihatNya, maka bisa jadi hal tersebut baginya. Untuk itu, hamba tersebut menggunakan imannya, bahwa Allah melihat dirinya, mengetahui rahasianya, mengetahui yang diperlihatkannya, batinnya, luarnya, dan tidak ada sedikit pun dari dirinya yang tidak diketahuiNya. Jika hamba tersebut menempatkan diri dengan posisi seperti ini, maka mudah bagi hamba tersebut untuk beranjak ke posisi kedua, yaitu terus-menerus melihat kedekatan Allah dengan hambaNya dan kebersamaan Allah dengan hambaNya, hingga hamba tersebut seperti melihatNya.

TETAP OPTIMIS !!

http://www.gambarnaruto.com/wp-content/uploads/2015/05/Gambar-Wallpaper-Monkey-de-Luffy-One-Piece-Terlengkap26.jpg