Assalamu'alaikum

Assalamu'alaikum

Daftar Menu

Kamis, 21 April 2016

6 Tantangan Terbesar AS di Benua Afrika

KIBLAT.NET – Ada banyak berita & laporan yang menggembirakan dari benua Afrika. Jika dibandingkan dengan periode generasi sebelumnya, tingkat kemiskinan rata-rata menurun, rasio jumlah penduduk yang bisa baca tulis meningkat, usia harapan hidup bertambah, dan kasus gizi buruk bagi anak-anak cenderung menurun. Upaya kampanye perang melawan HIV/AIDS terutama di wilayah-wilayah yang rentan dengan penyakit tersebut dinilai cukup berhasil. Saat ini banyak di antara negara-negara Afrika mengalami perkembangan pembangunan yang begitu cepat, termasuk peluang prospek di bidang investasi. Di tengah capaian positif indikator-indikator pembangunan yang secara logis berkonskuensi meningkatkan peluang & akses masyarakat di sektor sosial-ekonomi, ada sesuatu yang membingungkan, bahwa saat ini Afrika merupakan arena besar dinamika pertempuran dalam konteks perang global antara “terorisme” dengan tata dunia baru di bawah hegemoni AS.
Satu: 30 Persen Serangan “Teroris” Terjadi di Afrika
Jumlahnya sangat mengejutkan. Dalam tiga bulan pertama 2016, tercatat ada 262 insiden aksi terorisme yang terpisah di seluruh dunia. Dari jumlah itu, 30 persen terjadi di benua Afrika di 15 negara yang berbeda-beda di mana tiga di antara insiden-insiden yang terjadi lebih besar dari serangan teroris di Belgia pada bulan Maret lalu yang menewaskan 32 orang.  Tidak diragukan lagi bahwa “terorisme” siapapun aktornya – baik itu al-Qaidah, Ansharus Syariah, Boko Haram, ataupun ISIS – merupakan momok nomor satu bagi kebijakan luar negeri AS di benua hitam tersebut.
Universitas Maryland merilis Database Terorisme Global yang secara sistematis membuat daftar urutan negara-negara di seluruh dunia berdasarkan level ancaman terorisme masing-masing. Tahun lalu, 10 negara Afrika masuk  ke dalam 20 besar negara-negara dengan level ancaman terorisme tertinggi. Indeks yang sama, menempatkan Boko Haram yang beroperasi di sedikitnya empat negara Afrika: Chad, Niger, Nigeria, dan Kamerun, sebagai kelompok teroris paling mematikan pada tahun 2015.
Dua: Geliat Boko Haram
Kelompok Boko Haram yang baru berusia 14 tahun telah mampu menunjukkan kemampuan mereka untuk semakin eksis dan berkembang sebagai hasil “mentoring” dengan al-Qaidah dan organisasi-organisasi afiliasinya selama beberapa tahun terakhir. Meski secara resmi menyatakan sebagai bagian dari ISIS al-Baghdadi, atmosfir di Afrika memberikan peluang keterbukaan  dan fleksibitas bagi Boko Haram untuk beraliansi dengan kelompok-kelompok lain lintas afiliasi dalam rangka menghadapi musuh bersama.
Media Barat menggambarkan Boko Haram sebagai kelompok yang menggunakan segala cara untuk menebarkan ketakutan di Afrika bagian tengah dan barat, termasuk menggunakan taktik penculikan terhadap murid-murid sekolah perempuan untuk dijadikan pengebom bunuh diri. Chad dan Kamerun adalah dua negara yang bergabung dengan koalisi regional dalam perang melawan Boko Haram. Meski telah mendapatkan bantuan militer, termasuk bantuan dari AS, koalisi negara-negara Afrika itu masih belum mampu mengurangi potensi ancaman Boko Haram.
Tiga: Dominasi Al-Syabaab di Somalia
Somalia adalah basis yang aman bagi dua jaringan jihadis global. Pertama, kelompok pejuang  lokal afiliasi al-Qaidah yang sudah sedemikian mengakar dan mengontrol wilayah luas di Somalia, yaitu al-Syabaab. Kedua, kelompok afiliasi ISIS yang mulai menggeliat dan beroperasi di Somalia. Sementara Kenya, sudah pasti para jihadis tidak akan menyia-nyiakan peluang sekecil atau sebesar apapun untuk memperluas wilayah operasi mereka di negara tetangganya itu.
Washington secara aktif terus memberikan bantuan militer kepada pemerintah Somalia untuk memerangi dua organisasi mainstream para jihadis tersebut. Namun, milyaran dolar yang dikeluarkan Washington termasuk dukungan militer lainnya tidak diimbangi dengan kapasitas pasukan militer Somalia yang dikenal luas memiliki kemampuan terbatas. Sementara kebijakan kontra terorisme Amerika saat ini lebih banyak mendorong negara-negara sekutu sub-ordinat lokal mereka untuk dijadikan proksi sebagai gugus depan yang berhadapan langsung dengan para pejuang jihadis.
Insiden “Blackhawk Down” tahun 1993 masih menjadi pengalaman pahit yang tak terlupakan di mana unit pasukan elit Amerika berhasil dipecundangi oleh milisi bersenjata Somalia, dan memaksa superpower Amerika angkat kaki dari negeri tanduk Afrika itu. Satu hal yang paradoks, hingga kini Presiden Obama terus berkampanye dengan menyatakan secara berulang-ulang “kesuksesan” operasi AS melawan pejuang jihadis di Somalia dan Yaman.
Empat: Intervensi Berbuah Perlawanan
Lebih dari 6 ribu pejuang ISIS ada di Libya. Sementara lebih banyak lagi jihadis dari berbagai kelompok – termasuk afiliasi al-Qaidah – telah membentuk aliansi luas dengan dukungan rakyat Libya untuk membentuk pemerintahan Islam. Meskipun upaya politik sedikit mengalami kemajuan, Barat menganggap Libya masih sangat rentan. Intervensi Amerika pada tahun 2011 yang menewaskan Muammar Qaddafi itu telah memicu kekacauan di Benghazi dan berdampak luas ke seluruh negeri. Sejak itu pula, kebijakan Washington di Libya terus diperbarui, tentatif cenderung membingungkan, dan pada akhirnya menjadi tidak efektif.
Perlawanan kelompok-kelompok jihadis  menentang neo-kolonialisme Barat sedang tumbuh di Afrika, demikian juga dengan model, taktik,  dan intensitas serangan terus berkembang dan meningkat. Jumlah kepentingan Barat/Amerika di negara-negara Afrika yang menjadi target serangan terus meluas, dan tingkat kerentanan negara-negara itu dinilai semakin parah.
Lima: Organisasi Lokal, Ancaman Trans-Nasional
Sejumlah analis mengatakan, di samping bersaing satu sama lain, kelompok-kelompok jihadis Afrika itu juga  saling menjalin kolaborasi & kerjasama yang semakin erat, termasuk menggunakan berbagai fasilitas komunikasi modern dan sistem yang canggih. Mereka juga berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang taktik militer, strategi media, dan metoda pengiriman uang.
Ancaman mereka terus berkembang seperti yang terjadi di Libya dengan adanya sejumlah wilayah yang tidak ber-pemerintahan, tersedianya sumber daya minyak, pelabuhan, dan kedekatan geografis dengan benua Eropa dan Timur Tengah. Berbagai faktor tersebut telah menjadikan wilayah itu sebagai pusat operasional yang terus tumbuh berkembang baik bagi al-Qaidah maupun ISIS untuk semakin memperluas jangkauan mereka di benua Afrika.
Sebagaimana diketahui, para jihadis Afrika dengan berbagai organisasinya itu merupakan sayap atau anak cabang dari sebuah komando pusat atau organisasi induk masing-masing yang notabene lebih kuat dan sangat jauh jaraknya. Kondisi ini justru membuat khawatir para pejabat di negara-negara Barat karena pejuang-pejuang jihadis akan semakin mudah memperluas pengaruh serta memperkuat kerjasama antar-kelompok meski beda afiliasi, untuk mewujudkan ambisi mereka. Pada titik inilah para aktor jihadis lokal bermetamorfosis dan berkembang dan dianggap menjadi ancaman trans-nasional.
6. Para Pengambil Keputusan yang Salah
Sementara di Amerika sendiri, para pekerja & profesional di bidang kebijakan AS dari kalangan menengah ke bawah baik itu di Pentagon, Departemen Luar Negeri, dan di berbagai sektor bantuan pembangunan untuk dunia internasional dengan tekun dan gigih bekerja keras mengatasi tantangan tersebut. Sayangnya, di tingkat elit pengambil keputusan di tempati oleh orang-orang yang salah.
Pada tahun 2003, Presiden Bush gagal mengenali potensi ancaman kelompok-kelompok Islamis-Jihadis tersebut, sebaliknya ia menganggap ancaman HIV/AIDS yang melanda benua Afrika sebagai ancaman yang paling menakutkan. Dengan dukungan bipartisan, program bantuan di bidang kesehatan internasional diluncurkan secara masif dan agresif sebagai upaya yang efektif, dan diklaim telah bisa menghentikan penyebaran virus tersebut. Presiden selanjutnya dihadapkan dengan tantangan baru yang lebih besar, bukan lagi mengenahi virus HIV/AIDS, melainkan geliat organisasi-orgasasi jihadis yang menyebar di seantero benua yang begitu luas dan beroperasi wilayah Afrika bagian tengah, utara, timur laut, dan barat, yang kurang lebih setara dengan luas daratan negara AS.
Upaya Amerika melawan pengaruh kelompok-kelompok jihadis di Afrika itu diyakini tidak cukup hanya dalam waktu beberapa tahun bahkan dekade. Kebijakan yang tepat dan kepemimpinan yang kuat sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa ancaman terbesar dan paling menakutkan bagi Amerika & Barat di abad ini tidak semakin tumbuh besar menjadi fenomena lain di samping berita-berita positif tentang pembangunan di benua yang sedang berkembang ini. Kepemimpinan yang kuat juga diperlukan untuk mau menengok ke belakang dan mengakui hutang sejarah bangsa Amerika Serikat kepada Afrika sebelum Amandemen Konstitusi Ke-13 Tahun 1865, bahwa selama kurang lebih 2 abad orang-orang Amerika (pendatang) telah “mengimpor” manusia hingga setengah juta lebih dari benua Afrika untuk dipekerjakan secara paksa. Berani Tidak?

0 komentar:

Posting Komentar

TETAP OPTIMIS !!

http://www.gambarnaruto.com/wp-content/uploads/2015/05/Gambar-Wallpaper-Monkey-de-Luffy-One-Piece-Terlengkap26.jpg